Sunday, October 6, 2024

Struktur Narasi dan Plot dalam Teknik Penulisan Naskah

 Pendahuluan

Dalam dunia penulisan naskah, struktur narasi dan plot memainkan peran yang sangat penting. Kedua elemen ini adalah fondasi yang menopang keseluruhan cerita, membentuk kerangka yang memungkinkan penulis untuk menyampaikan ide dan emosi dengan cara yang menarik dan bermakna. Pemahaman yang mendalam tentang struktur narasi dan plot tidak hanya membantu penulis dalam menciptakan cerita yang koheren dan memikat, tetapi juga memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi berbagai teknik storytelling yang inovatif.

Struktur narasi merujuk pada cara sebuah cerita disusun dan disajikan kepada audiens. Ini mencakup urutan peristiwa, sudut pandang yang digunakan, serta cara informasi diungkapkan atau disembunyikan dari pembaca atau penonton. Di sisi lain, plot adalah rangkaian peristiwa yang membentuk tulang punggung cerita, menghubungkan berbagai elemen narasi menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermakna.

Dalam esai ini, kita akan menyelami kompleksitas struktur narasi dan plot, mengeksplorasi berbagai teori dan pendekatan yang telah dikembangkan oleh para ahli di bidang ini. Kita akan membahas komponen-komponen kunci dari struktur narasi, berbagai jenis plot yang umum digunakan dalam penulisan naskah, serta teknik-teknik yang dapat digunakan untuk memanipulasi struktur dan plot guna menciptakan efek dramatis yang kuat.

Selain itu, kita juga akan menganalisis bagaimana struktur narasi dan plot berinteraksi dengan elemen-elemen lain dalam cerita, seperti karakter, tema, dan setting. Pemahaman tentang interaksi ini sangat penting bagi penulis naskah untuk menciptakan cerita yang tidak hanya menarik secara struktural, tetapi juga kaya akan makna dan resonansi emosional.

Melalui pembahasan ini, diharapkan para penulis naskah dan penggemar storytelling dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang seni dan ilmu di balik struktur narasi dan plot. Dengan pemahaman ini, mereka dapat mengasah keterampilan mereka dalam menciptakan cerita yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mampu menggerakkan hati dan pikiran audiens mereka.

Struktur Narasi: Fondasi Cerita

Definisi dan Fungsi Struktur Narasi

Struktur narasi adalah kerangka yang menopang keseluruhan cerita, menentukan bagaimana informasi dan peristiwa disajikan kepada audiens. Menurut Bal (2017), struktur narasi bukan hanya tentang urutan peristiwa, tetapi juga mencakup cara penyampaian, sudut pandang, dan manipulasi waktu dalam cerita. Fungsi utama struktur narasi adalah untuk memberikan koherensi dan makna pada serangkaian peristiwa, membantu audiens memahami dan terlibat dengan cerita.

Herman et al. (2010) menekankan bahwa struktur narasi memiliki peran krusial dalam membentuk pengalaman pembaca atau penonton. Mereka menyatakan:

"Narrative structure is not merely a technical aspect of storytelling, but a fundamental way in which human beings organize and make sense of experience" (p. 23).

Pernyataan ini menegaskan bahwa struktur narasi bukan hanya alat teknis dalam bercerita, tetapi juga mencerminkan cara manusia memahami dan memaknai pengalaman mereka.

Komponen-komponen Struktur Narasi

  1. Urutan Peristiwa Urutan peristiwa dalam narasi dapat disusun secara kronologis atau non-kronologis. Genette (1980) memperkenalkan konsep "order" dalam naratologi, yang merujuk pada hubungan antara urutan peristiwa dalam cerita (story) dan urutan penyajiannya dalam narasi (discourse). Penulis dapat menggunakan teknik seperti flashback atau flash-forward untuk memanipulasi urutan ini, menciptakan ketegangan atau memberikan konteks yang diperlukan.
  2. Sudut Pandang Sudut pandang menentukan dari perspektif siapa cerita disampaikan. Booth (1983) membedakan antara narasi orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga, masing-masing dengan implikasi yang berbeda terhadap pengalaman pembaca. Misalnya, narasi orang pertama dapat menciptakan kedekatan dan intimasi dengan karakter utama, sementara narasi orang ketiga omniscient memberikan pandangan yang lebih luas tentang dunia cerita.
  3. Fokalisasi Konsep fokalisasi, yang diperkenalkan oleh Genette (1980) dan dikembangkan lebih lanjut oleh Bal (2017), merujuk pada perspektif dari mana cerita dilihat. Ini bisa bersifat internal (melalui mata karakter tertentu) atau eksternal (dari sudut pandang narator yang berada di luar cerita). Fokalisasi mempengaruhi informasi apa yang tersedia bagi pembaca dan bagaimana informasi tersebut dipersepsikan.
  4. Tingkat Naratif Rimmon-Kenan (2002) membahas tentang tingkat naratif, yang mengacu pada hubungan hierarkis antara berbagai bagian cerita. Ini mencakup cerita dalam cerita, atau narasi bingkai, di mana satu narasi membingkai atau memuat narasi lainnya. Teknik ini dapat digunakan untuk menciptakan kompleksitas dan kedalaman dalam struktur narasi.
  5. Manipulasi Waktu Selain urutan peristiwa, penulis juga dapat memanipulasi durasi dan frekuensi peristiwa dalam narasi. Genette (1980) mengidentifikasi beberapa teknik temporal seperti:
    • Scene: waktu cerita dan waktu narasi kurang lebih sama
    • Summary: waktu narasi lebih pendek dari waktu cerita
    • Pause: waktu cerita berhenti sementara narasi berlanjut (misalnya dalam deskripsi)
    • Ellipsis: bagian dari waktu cerita dilewati dalam narasi
  6. Kausalitas dan Kontingensi Struktur narasi juga ditentukan oleh hubungan sebab-akibat antara peristiwa. Seperti yang diungkapkan oleh Ricoeur (1984):

"A story is made out of events to the extent that plot makes events into a story" (p. 167).

Kausalitas memberikan koherensi pada cerita, sementara kontingensi (peristiwa yang tidak terduga atau kebetulan) dapat digunakan untuk menciptakan kejutan atau perubahan arah dalam narasi.

Teori-teori Struktur Narasi

Beberapa teori penting tentang struktur narasi yang telah mempengaruhi pemahaman kita tentang storytelling meliputi:

  1. Morfologi Dongeng oleh Vladimir Propp Propp (1968) menganalisis dongeng Rusia dan mengidentifikasi 31 fungsi narasi yang muncul secara konsisten. Meskipun awalnya diterapkan pada dongeng, teori Propp telah mempengaruhi pemahaman kita tentang struktur narasi dalam berbagai genre.
  2. Aktansial Model oleh A.J. Greimas Greimas (1966) mengembangkan model yang mengidentifikasi enam peran atau "actants" dalam narasi: subjek, objek, pengirim, penerima, pembantu, dan penentang. Model ini menekankan hubungan dan interaksi antara berbagai elemen dalam cerita.
  3. Strukturalisme Naratif oleh Tzvetan Todorov Todorov (1969) mengusulkan bahwa semua cerita memiliki struktur dasar yang terdiri dari:
    • Equilibrium awal
    • Gangguan terhadap equilibrium
    • Pengakuan bahwa gangguan telah terjadi
    • Upaya untuk memperbaiki gangguan
    • Pemulihan equilibrium
  4. Teori Narasi oleh Seymour Chatman Chatman (1978) membedakan antara "story" (apa yang diceritakan) dan "discourse" (bagaimana cerita itu diceritakan). Ia menekankan pentingnya kedua aspek ini dalam memahami struktur narasi secara komprehensif.

Penerapan Struktur Narasi dalam Penulisan Naskah

Dalam konteks penulisan naskah, pemahaman tentang struktur narasi memungkinkan penulis untuk:

  1. Merancang Alur Informasi: Penulis dapat memutuskan kapan dan bagaimana mengungkapkan informasi penting kepada audiens, menciptakan ketegangan atau kejutan.
  2. Membangun Keterlibatan Emosional: Melalui manipulasi sudut pandang dan fokalisasi, penulis dapat membuat audiens merasa lebih terhubung dengan karakter tertentu.
  3. Menciptakan Kompleksitas: Penggunaan teknik seperti narasi bingkai atau pergeseran sudut pandang dapat menambah kedalaman dan kompleksitas pada cerita.
  4. Mengontrol Ritme: Manipulasi waktu narasi memungkinkan penulis untuk mengontrol ritme cerita, mempercepat atau memperlambat narasi sesuai kebutuhan.
  5. Memperkuat Tema: Struktur narasi dapat digunakan untuk memperkuat tema cerita, misalnya melalui pengulangan motif atau pola tertentu.

Struktur narasi adalah alat yang kuat dalam tangan penulis naskah yang terampil. Pemahaman yang mendalam tentang berbagai komponen dan teori struktur narasi memungkinkan penulis untuk menciptakan cerita yang tidak hanya menarik secara struktural, tetapi juga kaya akan makna dan resonansi emosional.

Plot: Tulang Punggung Cerita

Definisi dan Fungsi Plot

Plot adalah rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita yang disusun dengan hubungan sebab-akibat. E.M. Forster (1927) dalam bukunya "Aspects of the Novel" memberikan definisi klasik tentang plot:

"The king died and then the queen died" is a story. "The king died, and then the queen died of grief" is a plot. (p. 86)

Definisi ini menekankan pentingnya kausalitas dalam plot. Plot bukan hanya urutan peristiwa, tetapi juga hubungan logis antara peristiwa-peristiwa tersebut.

Fungsi utama plot adalah untuk memberikan struktur dan makna pada cerita. Menurut Brooks (1984):

"Plot is the principal ordering force of those meanings that we try to wrest from human temporality" (p. 11).

Dengan kata lain, plot membantu kita memahami dan memaknai pengalaman manusia yang kompleks dan temporal.

Elemen-elemen Plot

  1. Eksposisi Eksposisi adalah bagian awal cerita yang memperkenalkan karakter, setting, dan situasi awal. Chatman (1978) menyebut ini sebagai "stasis" atau keadaan equilibrium awal yang kemudian akan terganggu oleh peristiwa-peristiwa berikutnya.
  2. Konflik Konflik adalah elemen sentral dalam plot. Egri (1960) menyatakan:

"Without conflict, there is no drama" (p. 131).

Konflik bisa bersifat eksternal (antara karakter dengan karakter lain atau lingkungan) atau internal (konflik dalam diri karakter).

  1. Rising Action Ini adalah serangkaian peristiwa yang membangun ketegangan dan kompleksitas cerita. Freytag (1900) menggambarkan ini sebagai bagian dari "piramid dramatik" yang ia kembangkan.
  2. Klimaks Klimaks adalah titik balik utama dalam cerita, saat ketegangan mencapai puncaknya. McKee (1997) menyebutnya sebagai "crisis" dan menjelaskan bahwa ini adalah momen ketika protagonis menghadapi pilihan tersulit dan paling berisiko.
  3. Falling Action Setelah klimaks, cerita mulai bergerak menuju resolusi. Freytag (1900) menyebut fase ini sebagai "die Umkehr" atau pembalikan.
  4. Resolusi Resolusi adalah bagian akhir cerita di mana konflik terselesaikan dan equilibrium baru tercapai. Aristoteles dalam "Poetics" menyebutnya sebagai "dénouement".

Jenis-jenis Plot

  1. Plot Linear Plot linear mengikuti urutan kronologis dari awal hingga akhir. Bordwell dan Thompson (2008) menyebut ini sebagai "classical narrative" yang sering digunakan dalam film-film Hollywood.
  2. Plot Non-linear Plot non-linear menyajikan peristiwa tidak dalam urutan kronologis. Chatman (1978) membahas bagaimana plot non-linear dapat digunakan untuk menciptakan efek naratif yang kuat, seperti membangun ketegangan atau mengungkapkan informasi secara bertahap.
  3. Plot Episodik Plot episodik terdiri dari serangkaian peristiwa yang tidak selalu terhubung secara kausal. Menurut Aarseth (1997), plot episodik sering ditemukan dalam game dan narasi interaktif.
  4. Plot Sirkular Plot sirkular adalah plot di mana akhir cerita kembali ke titik awal. Frye (1957) menghubungkan plot sirkular dengan mitos dan narasi arketip.
  5. Plot Terbuka dan Tertutup Lodge (1992) membedakan antara plot tertutup (di mana semua persoalan terselesaikan di akhir) dan plot terbuka (yang meninggalkan beberapa pertanyaan tidak terjawab).

Teori-teori Plot

  1. Aristotelian Plot Structure Aristoteles dalam "Poetics" mengusulkan struktur plot yang terdiri dari awal, tengah, dan akhir, dengan penekanan pada kesatuan aksi
  1. Hero's Journey oleh Joseph Campbell Campbell (1949) dalam bukunya "The Hero with a Thousand Faces" mengusulkan struktur monomyth atau perjalanan pahlawan yang terdiri dari tiga tahap utama: keberangkatan, inisiasi, dan kembali. Teori ini telah mempengaruhi banyak penulis dan pembuat film, termasuk George Lucas dalam menciptakan "Star Wars".
  2. Dramatic Structure oleh Gustav Freytag Freytag (1900) mengembangkan model "Freytag's Pyramid" yang membagi plot menjadi lima bagian: eksposisi, rising action, klimaks, falling action, dan dénouement. Meskipun awalnya dikembangkan untuk drama, model ini sering diaplikasikan dalam berbagai bentuk narasi.
  3. Teori Aktansial oleh A.J. Greimas Greimas (1966) mengembangkan model aktansial yang melihat plot sebagai serangkaian fungsi dan relasi antara berbagai "actants" atau peran dalam cerita. Model ini menekankan struktur dalam dari narasi, terlepas dari variasi permukaan dalam cerita yang berbeda.
  4. Narrative Arc oleh Robert McKee McKee (1997) dalam bukunya "Story" menjelaskan konsep "narrative arc" yang terdiri dari beat, scene, sequence, act, dan story. Ia menekankan pentingnya "inciting incident" yang memulai perjalanan protagonis dan "progressive complications" yang membangun ketegangan menuju klimaks.

Teknik Manipulasi Plot

  1. In Medias Res Teknik ini memulai cerita di tengah-tengah aksi. Horace dalam "Ars Poetica" menyebut teknik ini sebagai cara untuk segera menarik perhatian audiens. Genette (1980) membahas bagaimana teknik ini menciptakan ketegangan naratif dengan menunda eksposisi.
  2. Flashback dan Flash-forward Teknik-teknik ini memungkinkan penulis untuk memanipulasi urutan temporal cerita. Bordwell (1985) membahas bagaimana flashback dan flash-forward dapat digunakan untuk mengungkapkan informasi penting atau menciptakan dramatic irony.
  3. Plot Twist Plot twist adalah perubahan tak terduga dalam arah cerita. Chatman (1978) mendiskusikan bagaimana plot twist dapat mengubah pemahaman audiens tentang cerita dan menciptakan efek kejutan yang kuat.
  4. Subplot Subplot adalah alur cerita sekunder yang berjalan paralel dengan plot utama. McKee (1997) menekankan bahwa subplot yang efektif harus berinteraksi dengan dan memperkuat plot utama.
  5. MacGuffin Istilah ini dipopulerkan oleh Alfred Hitchcock untuk menggambarkan elemen plot yang memotivasi karakter tetapi mungkin tidak penting bagi audiens. Bordwell dan Thompson (2008) membahas bagaimana MacGuffin dapat digunakan untuk menggerakkan plot tanpa harus menjadi fokus utama cerita.

Hubungan antara Struktur Narasi dan Plot

Struktur narasi dan plot, meskipun sering dibahas secara terpisah, sebenarnya sangat terkait erat dalam praktik penulisan naskah. Bal (2017) menegaskan bahwa struktur narasi adalah cara plot disajikan kepada audiens. Dengan kata lain, jika plot adalah "apa" yang diceritakan, maka struktur narasi adalah "bagaimana" cerita itu disampaikan.

Interaksi antara struktur narasi dan plot dapat menciptakan berbagai efek naratif yang kuat:

  1. Ketegangan Dramatis Manipulasi struktur narasi, seperti penggunaan sudut pandang terbatas atau fokalisasi internal, dapat meningkatkan ketegangan dalam plot. Misalnya, dengan membatasi informasi yang tersedia bagi audiens, penulis dapat menciptakan suspense atau misteri.
  2. Resonansi Tematik Struktur narasi dapat digunakan untuk memperkuat tema yang dieksplorasi dalam plot. Rimmon-Kenan (2002) membahas bagaimana pengulangan motif atau pola tertentu dalam struktur narasi dapat memperkuat tema cerita.
  3. Kompleksitas Karakter Penggunaan teknik naratif seperti aliran kesadaran atau narasi multi-fokal dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang karakter, memperkaya plot dengan dimensi psikologis yang kompleks.
  4. Manipulasi Waktu Struktur narasi yang memanipulasi waktu (seperti penggunaan flashback atau ellipsis) dapat mempengaruhi bagaimana plot dirasakan oleh audiens. Genette (1980) membahas bagaimana manipulasi waktu dapat mengubah fokus dan interpretasi audiens terhadap peristiwa dalam plot.
  5. Ironi Dramatis Struktur narasi dapat menciptakan ironi dramatis dengan memberikan audiens informasi yang tidak diketahui oleh karakter. Booth (1983) membahas bagaimana ini dapat meningkatkan ketegangan dan keterlibatan emosional audiens dengan plot.

Pendekatan Kontemporer terhadap Struktur Narasi dan Plot

Dalam era digital dan transmedia storytelling, konsep tradisional tentang struktur narasi dan plot terus berkembang:

  1. Narasi Non-linear dan Interaktif Ryan (2015) membahas bagaimana media digital memungkinkan struktur narasi yang lebih kompleks dan interaktif, di mana audiens dapat mempengaruhi perkembangan plot.
  2. Transmedia Storytelling Jenkins (2006) menjelaskan bagaimana cerita dapat dikembangkan melalui berbagai platform media, masing-masing memberikan kontribusi unik terhadap pengembangan plot dan struktur narasi secara keseluruhan.
  3. Narasi Database Manovich (2001) mengusulkan konsep "database narrative" di mana plot tidak lagi linear tetapi dapat diakses dan dieksplorasi melalui berbagai jalur.
  4. Struktur Fraktal Deleuze dan Guattari (1987) memperkenalkan konsep "rhizome" yang telah diaplikasikan dalam narasi postmodern, menciptakan struktur plot yang non-hierarkis dan multi-entry.

Implikasi untuk Penulisan Naskah

Pemahaman yang mendalam tentang struktur narasi dan plot memiliki implikasi penting bagi penulis naskah:

  1. Fleksibilitas Kreatif Pengetahuan tentang berbagai pendekatan terhadap struktur narasi dan plot memungkinkan penulis untuk bereksperimen dengan bentuk-bentuk storytelling yang inovatif.
  2. Kontrol Naratif Penulis dapat dengan lebih efektif mengendalikan pengalaman audiens, mengatur ritme, ketegangan, dan resonansi emosional cerita.
  3. Keseimbangan antara Konvensi dan Inovasi Penulis dapat membuat keputusan yang informasional tentang kapan harus mengikuti konvensi naratif dan kapan harus menyimpang dari mereka untuk efek tertentu.
  4. Adaptabilitas Lintas Media Pemahaman tentang berbagai pendekatan struktur narasi dan plot memungkinkan penulis untuk mengadaptasi cerita mereka ke berbagai format media dengan lebih efektif.
  5. Pengembangan Tema Struktur narasi dan plot yang dipikirkan dengan baik dapat memperkuat dan memperdalam tema cerita, menciptakan karya yang lebih koheren dan bermakna.

Kesimpulan

Struktur narasi dan plot adalah elemen fundamental dalam seni storytelling dan penulisan naskah. Keduanya berfungsi sebagai kerangka yang memungkinkan penulis untuk menyusun dan menyampaikan cerita mereka dengan cara yang menarik, bermakna, dan efektif. Melalui manipulasi struktur narasi dan plot, penulis dapat menciptakan berbagai efek dramatis, mengeksplorasi tema-tema kompleks, dan menghadirkan karakter dan dunia yang kaya dan mendalam.

Perkembangan teori naratologi dan praktik penulisan kreatif telah memperluas pemahaman kita tentang potensi struktur narasi dan plot. Dari pendekatan klasik Aristotelian hingga eksperimen postmodern dan narasi digital, penulis memiliki beragam alat dan teknik yang dapat mereka gunakan untuk menciptakan cerita yang unik dan memikat.

Namun, penting untuk diingat bahwa struktur narasi dan plot bukanlah formula kaku yang harus diikuti secara membabi buta. Sebaliknya, mereka adalah alat yang fleksibel yang dapat diadaptasi dan dimanipulasi sesuai dengan kebutuhan spesifik setiap cerita. Penulis yang sukses adalah mereka yang memahami prinsip-prinsip dasar struktur narasi dan plot, tetapi juga berani bereksperimen dan mendorong batas-batas konvensi ketika diperlukan.

Dalam era digital dan transmedia, pemahaman tentang struktur narasi dan plot menjadi semakin penting. Penulis naskah ditantang untuk menciptakan cerita yang tidak hanya menarik dalam satu medium, tetapi juga dapat beradaptasi dan berkembang di berbagai platform. Ini membutuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana struktur narasi dan plot dapat dimanipulasi untuk menciptakan pengalaman yang koheren dan menarik di berbagai format.

Akhirnya, meskipun teknik dan teori adalah penting, esensi dari storytelling yang efektif tetap sama: kemampuan untuk menghubungkan dengan audiens pada tingkat emosional dan intelektual. Struktur narasi dan plot yang dipikirkan dengan baik berfungsi untuk mendukung tujuan ini, memungkinkan penulis untuk menciptakan cerita yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menggerakkan, menginspirasi, dan mungkin bahkan mengubah perspektif audiens mereka.

Dalam menghadapi masa depan penulisan naskah, penulis yang memahami dan menguasai kompleksitas struktur narasi dan plot akan berada dalam posisi yang baik untuk menciptakan karya yang tidak hanya relevan dan menarik, tetapi juga mampu bertahan dalam lanskap media yang terus berubah. Dengan fondasi yang kuat dalam prinsip-prinsip ini, penulis dapat terus mendorong batas-batas storytelling, menciptakan narasi yang inovatif, mendalam, dan memiliki dampak yang langgeng.

Daftar Pustaka

Aarseth, E. J. (1997). Cybertext: Perspectives on ergodic literature. Johns Hopkins University Press.

Aristotle. (1987). Poetics (R. Janko, Trans.). Hackett Publishing. (Original work published ca. 335 BCE)

Bal, M. (2017). Narratology: Introduction to the theory of narrative (4th ed.). University of Toronto Press.

Booth, W. C. (1983). The rhetoric of fiction (2nd ed.). University of Chicago Press.

Bordwell, D. (1985). Narration in the fiction film. University of Wisconsin Press.

Bordwell, D., & Thompson, K. (2008). Film art: An introduction (8th ed.). McGraw-Hill.

Brooks, P. (1984). Reading for the plot: Design and intention in narrative. Harvard University Press.

Campbell, J. (1949). The hero with a thousand faces. Pantheon Books.

Chatman, S. (1978). Story and discourse: Narrative structure in fiction and film. Cornell University Press.

Deleuze, G., & Guattari, F. (1987). A thousand plateaus: Capitalism and schizophrenia (B. Massumi, Trans.). University of Minnesota Press.

Egri, L. (1960). The art of dramatic writing: Its basis in the creative interpretation of human motives. Simon & Schuster.

Forster, E. M. (1927). Aspects of the novel. Edward Arnold.

Freytag, G. (1900). Technique of the drama: An exposition of dramatic composition and art (E. J. MacEwan, Trans.). Scott, Foresman and Company.

Frye, N. (1957). Anatomy of criticism: Four essays. Princeton University Press.

Genette, G. (1980). Narrative discourse: An essay in method (J. E. Lewin, Trans.). Cornell University Press.

Greimas, A. J. (1966). Sémantique structurale: Recherche de méthode. Larousse.

Herman, D., Jahn, M., & Ryan, M. L. (Eds.). (2010). Routledge encyclopedia of narrative theory. Routledge.

Horace. (1978). Satires. Epistles. The art of poetry (H. R. Fairclough, Trans.). Harvard University Press. (Original work published ca. 19 BCE)

Jenkins, H. (2006). Convergence culture: Where old and new media collide. New York University Press.

Lodge, D. (1992). The art of fiction: Illustrated from classic and modern texts. Penguin Books.

Manovich, L. (2001). The language of new media. MIT Press.

McKee, R. (1997). Story: Substance, structure, style, and the principles of screenwriting. ReganBooks.

Propp, V. (1968). Morphology of the folktale (2nd ed.) (L. Scott, Trans.). University of Texas Press.

Ricoeur, P. (1984). Time and narrative, volume 1 (K. McLaughlin & D. Pellauer, Trans.). University of Chicago Press.

Rimmon-Kenan, S. (2002). Narrative fiction: Contemporary poetics (2nd ed.). Routledge.

Ryan, M. L. (2015). Narrative as virtual reality 2: Revisiting immersion and interactivity in literature and electronic media. Johns Hopkins University Press.

Todorov, T. (1969). Grammaire du Décaméron. Mouton.

Post a Comment

avatar
Admin Purwarupalingua Online
Welcome to Purwarupalingua theme
Chat with WhatsApp