Monday, April 19, 2021

Keterampilan yang harus dimiliki oleh Wartawan

 Di bab sebelumnya telah disebutkan bahwa jenis berita sangat menentukan sumber berita. Di bawah ini akan dijelaskan secara konkret apa saja yang dapat disebut sebagai sumber berita. Memahami sumber berita merupakan bagian dari keterampilan di bidang kewartawanan. Di dalam bukunya yang berjudul Newspaper Reporting of Public Affairs, Chilton R.. Bush menyebutkan beberapa hal mengenai keterampilan wartawan/reporter yang harus dikembangkan, yaitu:

1. harus dapat mengembangkan dirinya sebaik mungkin sebagaimana sumber beritanya, yang artinya seorang wartawan harus pandai bergaul dengan siapa saja agar dia dapat mengenal betul-betul sumber-sumber beritanya itu;

2. selalu ingin tahu;

3. selalu antusias dan penuh perhatian atau peka;

4. dalam menceritakan suatu kejadian, harus berupaya memberi jawaban atas pertanyaan yang sangat punya arti terhadap suatu kejadian yang muncul secara alamiah dalam pikiran pembacanya, seperti jumlah korban pada sebuah kecelakaan, proses pencarian dan evakuasi korban sebuah bencana, dan lain sebagainya;

5. harus bersikap kritis terhadap setiap informasi yang diperolehnya, yang artinya semua informasi harus diteliti kebenarannya dan keabsahannya pun diperiksa kembali bila meragukan;

6. resourceful, artinya bila ada suatu informasi menyangkal secara jelas, dia mencoba menemukan sumber lain yang lebih cermat dan melengkapi;

7. harus menghormati sumber berita yang memercayakannya untuk menggunakan informasi yang diberikan, misalnya seorang wartawan sudah seharusnya melindungi sumber beritanya jika sumber tersebut tidak ingin disebutkan namanya:

8. harus menguasai betul suatu bidang tertentu, baik ekonomi, politik, kebudayaan, hukum, teknologi, maupun lainnya. Ia adalah literary craftsman.

Dalam Kode Etik Jurnalistik Indonesia yang disusun oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada masa Soeharto berkuasa, terdapat enam pasal yang menyangkut sumber berita, yaitu Pasal 10 hingga Pasal 15. Di era reformasi PWI melakukan beberapa penyempurnaan bunyi Kode Etik tersebut yang diputuskan dalam Kongres XXI PWI di Kalimantan Tengah pada 2-5 Oktober 2003. Bab III tentang "Sumber Berita" secara substansial tidak banyak berubah, kecuali beberapa redaksionalnya diperbaiki. Namun, makna, napas, isi, dan jiwa pasal-pasalnya tetap sama (tetap berjumlah enam pasal, yaitu Pasal 9 hingga Pasal 14).

Jika di dalam Kode Etik sebelumnya tidak disebutkan secara eksplisit mengenai pengertian karya jurnalistik, dalam Kode Etik yang baru karya jurnalistik justru dijelaskan sebagai tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar (audio visual), Berikut isi lengkap Bab 111 yang dimaksud.

Pasal 9 Wartawan menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara serta suara dan gambar), dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber beritanya. 

Pasal 10: Wartawan dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber dan atau objek berita. 

Pasal 11: Wartawan meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber beritanya. 

Pasal 12: Wartawan tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.

Pasal 13: Wartawan harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini. Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan. 

Pasal 14: Wartawan menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan "off the record" atas kesepakatan dengan sumber berita. Akan tetapi, Kode Etik Jurnalistik tersebut diubah lagi dalam Sidang Pleno I Lokakarya V yang dihadiri 29 organisasi pers, Dewan Pers, dan KPI pada tanggal 14 Maret 2006 di Jakarta. Khusus mengenai sumber berita diatur dalam Pasal 8 hingga Pasal 11. Oleh karena itu, dibandingkan Kode Etik Jurnalistik hasil rumusan Kongres PWI di Kalimantan Tengah, jumlah pasal yang mengatur sumber berita berkurang menjadi tiga pasal. Hasil lengkapnya dikutip sebagai berikut.

Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. (Cat: Penafsiran pasal-pasal ini dapat dibaca dalam Lampiran VII)

Perbedaan lainnya tampak dalam rumusan Pasal 10. Jika pada Kode Etik sebelumnya belum disebutkan secara eksplisit tentang pemberitaan media elektronik, dalam Kode Etik yang baru ini disebutkan jika ada kekeliruan dalam pemberitaan, wartawan harus meminta maaf kepada pembaca (media cetak), pemirsa (TV), dan pendengar (radio).

Demikianlah beberapa prinsip dasar yang sebenarnya berlaku universal dalam hubungan wartawan dengan sumber berita. Namun, prinsip yang paling mendasar adalah setiap wartawan harus mengenali sumber berita yang akan ditulisnya.

Referensi:

Barus, Sedia Willing. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Menulis Berita. Jakarta : Erlangga

Post a Comment

avatar
Admin Purwarupalingua Online
Welcome to Purwarupalingua theme
Chat with WhatsApp