Monday, November 23, 2020

Reduplikasi


Reduplikasi atau pengulangan bentuk satuan kebahasaan merupakan gejala yang terdapat dalam banyak bahasa di dunia ini. Misalnya, dalam salah satu bahasa di kepulauan Marshall (daerah Pasifik) ada kata takin 'kaus kaki' direduplikasikan menjadi takinkin 'memakai kaus kaki'; kata kagir 'ikat pinggang' direduplikasikan menjadi kagirgir 'memakai ikat pinggang': dan kata wah 'perahu' direduplikasikan menjadi wahwah 'naik perahu'. Dalam bahasa Moru (Papua Nugini) ada kata tau orang 'laki-laki' direduplikasikan menjadi tatau 'banyak orang laki-laki'; dan kata mero 'anak laki-laki' direduplikasikan menjadi memero 'banyak anak laki-laki', tetapi bila direduplikasikan menjadi mero-mero berarti 'anak laki-laki kecil'. Contoh lain dalam bahasa Afrika Selatan ada kata amper 'dekat' direduplikasikan menjadi amper amper 'sangat dekat'; kata dik 'tebal' direduplikasikan menjadi dikdik 'sangat tebal'; dan kata drie 'tiga' direduplikasikan menjadi drie drie 'tiga sekaligus!

Dalam bahasa Indonesia reduplikasi merupakan mekanisme yang penting dalam pembentukan kata, di samping afiksasi, komposisi dan akronimisasi. Lalu, meskipun reduplikasi terutama adalah masalah morfologi, masalah pembentukan kata, tetapi tampaknya ada juga reduplikasi yang menyangkut masalah fonologi, masalah sintaksis dan masalah semantik. Sebelum membicarakan reduplikasi sebagai mekanisme dalam morfologi ada baiknya dibicarakan dulu reduplikasi sebagai masalah fonologi, sintaksis dan semantik ini.

Reduplikasi Fonologis

Reduplikasi fonologi berlangsung terhadap dasar yang bukan akar atau terhadap bentuk yang statusnya lebih tinggi dari akar. Satu bentuk yang diulang tidak jelas dan reduplikasi fonologis ini tidak menghasilkan makna gramatikal, melainkan menghasilkan makna leksikal, Yang termasuk reduplikasi fonologis ini adalah bentuk-bentuk seperti:

(1) kuku, dada, pipi, cincin, dan sisi. Bentuk-bentuk tersebut bukan berasal dari ku, da, pi, cin dan si. Jadi, bentuk-bentuk tersebut adalah sebuah kata yang bunyi kedua suku katanya sama,

(2) Foya-foya, tubi-tubi, sema-sema, anai-anai dan ani-ani. Bentuk bentuk ini memang jelas sebagai bentuk ulang, yang diulang secara utuh. Namun, bentuk dasarnya tidak berstatus sebagai akar yang mandiri. Dalam bahasa Indonesia kini tidak ada akar foya, tubi, sema, anai, dan ani.

(3) Laba-laba, kupu-kupu, paru-paru, onde onde dan rama-rama. Bentuk-bentuk ini juga jelas sebagai bentuk ulang dan dasar yang diulang pun jelas ada, tetapi hasil reduplikasinya tidak melahirkan makna gramatikal. Hasil reduplikasinya hanya menghasilkan makna leksikal.

(4) Mondar-mandir, luntang-lantung lunggang-langgang, kocar-kacir dan teka-teki. Bentuk-bentuk ini tidak diketahui mana yang menjadi bentuk dasar pengulangannya. Sedangkan maknanya pun hanyalah makna leksikal, bukan makna gramatikal. Dalam berbagai buku tata bahasa tradisional, bentuk-bentuk ini disebut kata ulang semu (Lihat Alisyahbana, 1953) 

Reduplikasi Sintaksis

Reduplikasi sintaksis adalah proses pengulangan terhadap sebuah dasar yang biasanya berupa akar, tetapi menghasilkan satuan bahasa yang statusnya lebih tinggi daripada sebuah kata. Kridalaksana (1989) menyebutnya menghasilkan sebuah 'ulangan kata', bukan kata ulang'. Contoh:

a. suaminya benar benar jantan.

b. jangan jangan kau dekati pemuda itu. 

c. jauh jauh sekali negeri yang akan kita datangi.

d. panas panas memang rasanya hatiku. 

Bentuk-bentuk reduplikasi sintaksis memiliki ikatan yang cukup longgar sehingga kedua unsurnya memiliki potensi untuk dipisahkan

Perhatikan contoh berikut:

a. benar suaminya benar jantan.

b. jangan kau dekati pemuda itu, 

c. panas memang panas rasa hatiku

Reduplikasi sintaksis ini memiliki makna 'menegaskan' atau 'menguatkan'. Dalam hal ini termasuk juga reduplikasi yang dilakukan terhadap sejumlah kata ganti orang (pronomina persona) seperti:

a. yang, tidak datang ternyata dia dia juga

b. mereka mereka memang sengaja tidak diundang. 

c. kita kita ini memang termasuk orang yang tidak setuju dengan beliau.

Reduplikasi sintaksis termasuk juga yang dilakukan terhadap akar yang menyatakan waktu. Contoh:

a. besok-besok kamu boleh datang ke sini.

b. dalam minggu-minggu ini kabarnya beliau akan datang. 

c. hari-hari menjelang pilkada beliau tampak sibuk.

Reduplikasi Semantis

Reduplikasi semantis adalah pengulangan makna yang sama dari dua buah kata yang bersinonim. Misalnya ilmu pengetahuan, alim ulama dan cerdik cendekia, Kita lihat kata ilmu dan kata pengetahuan memiliki makna yang sama; kata alim dan ulama juga memiliki makna yang sama. Demikian juga kata cerdik dan kata cendekia.

Termasuk ke dalam bentuk ini adalah bentuk-bentuk seperti segar bugar, muda belia, tua renta, gelap gulita dan kering mersik. Namun, bentuk-bentuk seperti ini dalam berbagai buku tata bahasa dimasukkan dalam kelompok reduplikasi berubah bunyi (dwilingga salin suara). Memang bentuk segar bugar perubahan bunyinya masih bisa dikenali, tetapi bentuk muda belia dan kering mersik tidak tampak sama sekali bahwa unsur pertama berasal dari unsur kedua atau sebaliknya.

Reduplikasi Morfologis

Reduplikasi morfologis dapat terjadi pada bentuk dasar yang berupa akar, berupa bentuk berafiks dan berupa bentuk komposisi. Prosesnya dapat berupa pengulangan utuh, pengulangan berubah bunyi dan pengulangan sebagian.

Pengulangan Akar

Bentuk dasar yang berupa akar memiliki tiga macam proses pengulangan, yaitu pengulangan utuh, pengulangan sebagian dan pengulangan dengan perubahan bunyi.

(1) Pengulangan utuh, artinya bentuk dasar itu diulang tanpa melakukan perubahan bentuk fisik dari akar itu. Misalnya, meja meja (bentuk dasar meja), kuning-kuning (bentuk dasar kuning), makan-makan (bentuk dasar makan), kalau-kalau (bentuk dasar kalau) dan sungguh-sungguh (bentuk dasar sungguh).

(2) Pengulangan sebagian, artinya yang diulang dari bentuk dasar itu hanya salah satu suku katanya saja (dalam hal ini suku awal kata) disertai dengan "pelemahan" bunyi. Misalnya, leluhur (bentuk dasar luhur), tetangga (bentuk dasar tangga), jejari (bentuk dasar jari), lelaki (bentuk dasar laki dan peparu (bentuk dasar paru).

Perlu dicatat bentuk dasar dalam perulangan sebagian ini dapat juga diulang secara utuh, tetapi dengan perbedaan makna gramatikalnya. Bandingkan:

a. leluhur: luhur-luhur

b. tetangga: tangga-tangga

c. jejari: jari-jari

d. lelaki: laki-laki

e. peparu: paru-paru

(3) Pengulangan dengan perubahan bunyi, artinya bentuk dasar itu diulang tetapi disertai dengan perubahan bunyi. Yang berubah bisa bunyi vokalnya dan bisa pula bunyi konsonannya. Bentuk yang berubah bunyi bisa menduduki unsur pertama, bisa juga menduduki unsur kedua. Contoh kelompok (a) yang berubah unsur pertamanya dan contoh kelompok (b) yang berubah unsur keduanya

 (a) 

bolak-baik

larak-lirik

langak-longok

kelap-kelip corat-coret

 (b) 

ramah-tamah 

lauk-pauk

sayur-mayur 

serba-serbi

tindak-tanduk

Bentuk-bentuk seperti mondar-mandir, teka-teki dan luntang lantung memang tampak seperti reduplikasi dengan perubahan bunyi. Namun, bentuk-bentuk ini termasuk reduplikasi fonologis karena tidak diketahui bentuk dasarnya dan tidak memiliki makna gramatikal, melainkan hanya memiliki makna leksikal.

(4) Pengulangan dengan infiks, maksudnya sebuah akar diulang tetapi diberi infiks pada unsur ulangannya. Perhatikan contoh berikut:

turun-temurun

tali-temali

sinar-seminar

gunung-gemunung

Referensi:

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta

Post a Comment

avatar
Admin Purwarupalingua Online
Welcome to Purwarupalingua theme
Chat with WhatsApp