Interferensi dan Integrasi
Terjadinya kontak bahasa, akan berakibat terjadinya pengaruh di antara bahasa- bahasa yang berkontak. Salah satu wujud pengaruh itu adalah interferensi dan integrasi.
Pada dasarnya, interferensi dan integrasi mempunyai pengertian yang sama yaitu peristiwa pemakaian unsur bahasa yang satu ke dalam unsur bahasa yang lain terjadi dalam diri si penutur. Namun, keduanya perlu dibedakan karena interferensi dianggap sebagai gejala tutur (speech, parole) terjadi hanya pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan, sedangkan integrasi cenderung sebagai gejala bahasa (language, langue) dapat terjadi pada setiap anggota masyarakat dan peristiwanya bukan lagi sebagai penyimpangan karena sudah menyatu dan diterima oleh masyarakat. Sebenarnya, interferensi tidak perlu terjadi karena unsur-unsur yang sudah diserap sudah ada padanannya di dalam bahasa penyerap. Berbeda dengan integrasi, kehadirannya memang diharapkan karena unsur-unsur ucapan itu belum atau tidak ada padanannya dalam bahasa penyerap sehingga hal ini akan membawa perkembangan pada bahasa yang bersangkutan. Interferensi dianggap sebagal gejala tutur, terjadi hanya pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan jika sekiranya dwibahasawan itu dapat memisahkan kedua bahasa yang dikuasai dalam arti dwibahasawan adalah dua pembicara yang terpisah dalam diri satu orang, berarti tidak akan terjadi penyimpangan/interferensi. Namun, kecil kemungkinan hal ini terjadi karena bagaimana pun dan sekecil apa pun saling pengaruh antarbahasa yang dikuasai dwibahasawan pasti terjadi.
A. INTERFERENSI
Batasan pengertian interferensi menurut Weinreich (1953:1) adalah "Those instance of deviation from the norm of their language wich occur in the speeks bilingual as a result of their familiarity with more than one language, ie. as a result of Longuage contact atau (penyimpangan penyimpangan dari norma-norma salah satu bahasa yang terjadi dalam tuturan para dwibahasawan sebagai akibat dari pengenalan mereka lebih dari satu bahasa, yaitu sebagai hasil dari kontak bahasa). Di samping itu, Alwasilah (185:132) mengatakan interferensi berarti adanya saling pengaruh antarbabasa. Pengaruh itu dalam bentuk yang paling sederhana berupa pengambilan satu unsur dari satu bahasa dan digunakan dalam hubungannya dengan bahasa lain. Rumusan yang hampir sama dinyatakan oleh Lado dan Sunyono (1979:13) pengaruh antarbahasa itu dapat juga berupa pengaruh kebiasaan dari bahasa pertama (ibu) yang sudah dikuasai penutur ke dalam bahasa kedua
Sebenarnya, jika dilihat dari segi kepentingan bahasa Indonesia, pengaruh yang berasal dari bahasa pertama atau dari bahasa daerah ada yang memang menguntungkan, tetapi ada juga yang mengacaukan. Interferensi yang mengacaukan ini menimbulkan bentuk-bentuk dan menjadi saingan terhadap bentuk yang sudah lama dan mapan dalam bahasa Indonesia. Pengaruh dari bahasa daerah akibat interferensi yang mengacaukan ini merupakan akibat sampingan sebagai konsekuensi keterbukaan bahasa Indonesia. Sekarang ini kita tengah menghadapi semua bentuk pengaruh itu (Poejosoedarmo 1978:33-34).
Demikianlah, pengertian interferensi meliputi penggunaan unsur yang termasuk ke dalam suatu bahasa waktu berbicara dalam bahasa lain dan penerapan dua buah sistem bahasa secara serentak terhadap suatu unsur bahasa, serta akibatnya berupa penyimpangan dari norma tiap-tiap bahasa yang terjadi dalam tuturan dwibahasawan.
B. JENIS-JENIS INTERFERENSI
Interferensi dapat saja terjadi pada semua tuturan bahasa dan dapat dibedakan dalam beberapa jenis Weinreich (195339) mengidentifikasikan empat jenis interferensi sebagai berikut.
1. Pemindahan unsur dari satu bahasa ke bahasa lain
2. Perubahan fungsi dan kategori unsur karena proses pemindahan
3. Penerapan unsur-unsur yang tidak berlaku pada bahasa kedua ke dalam bahasa pertama
4. Pengabaian struktur bahasa kedua karena tidak terdapat padanannya dalam bahasa pertama
Di lain pihak, Suwito (1983:55) menjelaskan bahwa interferensi dapat terjadi dalam semua komponen kebahasaan, yaitu bidang tata bunyi, tata kalimat, tata kata, dan tata makna. Di samping itu, Weinreich (1953:14-47) juga membagi bentuk-bentuk interferensi atas tiga bagian, yaitu interferensi fonologi. interferensi leksikal, dan interferensi gramatikal.
a. Interferensi dalam Bidang Fonologi
Bila kita rujuk kembali pendapat Weinreich yang menyebutkan adanya interferensi dalam bidang bunyi.ternyata dalam interferensi bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia ditemukan interferensi dalam bidang fonem, dan dalam bidang bunyi atau fonetik. Akan tetapi, tampaknya interferensi dalam bidang fonetik terbatas pada beberapa orang saja dan tidak bersifat umum.
b. Interferensi Morfologi
Interferensi dalam bidang morfologi dapat terjadi antara lain pada penggunaan unsur-unsur pembentukan kata, pola proses morfologi dan proses penanggalan afiks.
c. Interferensi Bidang Sintaksis
Interferensi bidang sintaksis antara lain meliputi penggunaan kata tugas bahasa pertama pada bahasa kedua atau sebaliknya, pada pola konstruksi frase.
B. INTEGRASI
Integrasi adalah unsur unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi warga bahasa tersebut Mackey dalam Chaer dan Agustina, 1995:168). Penerimaan bahasa lain dalam bahasa tertentu sampai menjadi berstatus integrasi memerlukan waktu yang relatif pangang Proses penerimaan unsur bahata lain, khususnya unsur kosa kata dalam tahasa Indonesia pada awalnya dilakukan secara audial. Artinya, mula mula penutur Indonesia mendengarkan butir-butir leksikal itu dituturkan oleh penutur aslinya, lalu mencoba menggunakannya (Chaer dan Agustina, 1995:1, Apa yang terdengar oleh telinga, itulah yang diujarkan, Lalu dituliskan. Oleh karena itu, kosa kata yang diterima secara audial seringkali menampakkan ciri ketidakteraturan bila dibandingkan dengan kosakata aslinya.
Pada waktu pemerintah mengeluarkan EYD, penerimaan dan penyerapan bahasa lain atau bahasa asing dilakukan secara visual. Artinya, penyerapan dilakukan melalui bentuk tulisan dalam bahasa aslinya, kemudian bentuk itu disesuaikan dengan aturan yang terdapat pada kedua dokumen kebahasaan tersebut.
Referensi:
Aslinda dan Syafyahya, Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Padang. Refika Aditama
Post a Comment