Alasan Perubahan dan Pembaharuan Bahasa Baku
Alasan Perubahan dan Pembaharuan Bahasa Baku
Pada waktu umat manusia bergerak menyebar ke berbagai penjuru dunia, maka berpencar jugalah bahasa. Sampai abad-abad terakhir ini, dapat kita saksikan perpindahan pen duduk secara besar-besaran. Orang bermigrasi dari Eropa ke Amerika, dari Inggris ke Australia, dan dari berbagai benua ke Israel. Ada yang pindah dengan sukarela, ada yang dipaksa, dan ada juga yang pindah dengan memaksa mendesak penduduk yang lama untuk memberi tempat kepadanya.
Mengapa perpindahan penduduk itu di waktu yang silam selalu diikuti dengan timbulnya dialek yang baru atau bahkan dengan bahasa yang baru? Mengapa penduduk yang pindah itu tidak menggunakan bahasa yang sama dengan bahasa rakyat yang ditinggalkannya? Bahasa yang dipakai oleh penduduk yang pindah tempat itu lama kelamaan berbeda dengan bahasa induknya karena di dalam tempat yang baru itu mereka secara tidak sengaja lambat laun mengubah bentuk bahasa yang mereka pakai. Tambahan lagi, karena mereka kehilangan kontak dengan induknya, maka bagi mereka pun tidak ada keperluan lagi untuk selalu menepati aturan dan bentuk yang terpakai oleh puak induknya itu. Mereka sudah cukup senang apabila di antara mereka di tempat yang baru ada saling mengerti yang baik.
Alasannya
Masalahnya mengapa pula mereka itu menimbulkan bentuk bentuk baru? Mengapa pula mereka itu menimbulkan aturan gramatika yang sedikit lain? Mengapa pula mereka menggunakan bahasa yang bunyinya sedikit lain dari bunyi yang terpakai dalam bahasa induknya? Mengapakah perubahan-perubahan ini harus terjadi? Perubahan dan pembaharuan itu terjadi karena paling sedikit lima penyebab:
1. Pemahaman anak yang sedikit berbeda terhadap bahasa orang tuanya;
2. Adanya pengaruh dari masyarakat lain yang kebetulan berhubungan dengan penduduk tersebut;
3. Adanya kreasi-kreasi sehubungan dengan perkembangan kebudayaan yang dialami oleh penduduk tersebut;
4. Adanya kreasi-kreasi baru sehubungan dengan kemesraan hubungan antara penduduk; dan
5. Adanya perubahan-perubahan gramatika yang mesti terjadi sebagai dampak atau akibat dari adanya semua perubahan perubahan itu. Secara singkat, marilah kita bicarakan masing-masing penyebab perubahan itu.
Pemahaman Generasi Baru yang Berbeda
Tentang penahaman anak terhadap bahasa orang tuanya yang sedikit berbeda dengan apa yang dihayati oleh orang tuanya sebetulnya sudah banyak disinggung oleh para pakar bahasa seperti Bloomfield, Hockert, Hall, dan sebagainya. Mereka mengatakan bahwa bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan oleh generasi tua biasanya tidak sepenuhnya dihayati oleh generasi berikutnya. Ada saja yang pemahamannya itu luput. Ada saja ciri fonetik yang keliru diterima. Karenanya, lambat laun bunyi bunyi itu pun berubah. Sebagai misal, apa yang tadinya berbunyi sebagai diftong /ay/ lama kelamaan berubah menjadi /e/ Apa yang tadinya /aw/ lama kelamaan menjadi /o/. Apa yang tadinya /a/menjadi /ae/ Apa yang tadinya /e/ menjadi /i/.Apa yang tadinya /b/ menjadi /w/. Apa yang tadinya /g/ menjadi /r/, dan sebagainya. Tertarik kepada perubahan-perubahan semacam ini, beberapa dasawarsa yang lalu sarjana Jerman yang bernama Grimm telah mengusulkan suatu dalil tentang perubahan bunyi. Dari dalil itu, maka penelitian dialek dan rumpun bahasa di Eropa kemudian menjadi bersemangat. Ia mengatakan bahwa kalau sesuatu bunyi itu berubah, maka perubahan itu pasti meliputi bunyi-bunyi yang sama yang ada di semua kata yang dipakai di dalam bahasa itu.
Perubahan bunyi ini menyebabkan dialek yang satu mempunyai cara mengucapkan kata yang berbeda dengan dialek yang lain. Akan tetapi, karena bunyi yang berubah itu sering banyak juga, maka seringkali bentuk kata dalam dialek yang satu menjadi sangat berbeda dengan bunyi kata dalam dialek yang lain. Sebagai misal, kata beras dalam bahasa Melayu, dalam bahasa Jawa bunyinya menjadi wes, jarum menjadi dəm, urat menjadi atət, rambut menjadi waq.
Pengaruh Bahasa Lain
Kontak dengan rakyat dari kelompok lain pun sering menimbulkan saling pengaruh-mempengaruhi. Dalam hal ini, bahasa yang dipakai oleh penduduk yang pindah ke pemukiman baru itu lalu memperoleh kata-kata baru, mungkin juga bunyi baru dan butir tata bahasa baru dari bangsa lain yang menjadi relasinya. Adanya bentuk-bentuk pinjaman dan pungutan ini pun lalu menjadikan bahasa yang terpakai oleh penduduk baru itu berbeda dengan bahasa induk yang telah ditinggalkannya. Sebagai misal, orang orang Melayu yang ada di Indonesia berhubungan dengan orang Belanda dan orang-orang Melayu yang ada di Malaysia berhubungan dengan Inggris. Sebagai akibatnya, maka bahasa Melayu yang terpakai di Indonesia dan di Malaysia sekarang ini lalu agak berbeda. Bahasa Inggris yang dipakai oleh orang Amerika agak berbeda dengan bahasa Inggris yang dipakai oleh orang Australia karena di Amerika orang-orang migran dari Inggris itu berhubungan dengan bangsa-bangsa Indian dan bangsa-bangsa Negro Afrika, sedangkan di Australia orang-orang migran itu berhubungan dengan orang lain.
Pengaruh yang datang dari luar ini dapat terjadi pada unsur leksikon, pada tingkat morfologi, sintaksis, fonologis, dan bahkan sampai kepada sistem tulisnya. Sebagai misal, cara mengeja huruf di Indonesia dan di Brunei sekarang ini agak berbeda. Huruf /a/ dalam bahasa Brunei dibacakan /ei/ sedang di Indonesia dibacakan /a/. Kata tayar dalam bahasa Melayu Brunei ialah ban di dalam bahasa Indonesia. Akhiran isasi dalam bahasa Indonesia sering berbentuk syen dalam bahasa Malaysia. Karena pengaruh sintaksis Inggris pula, maka bahasa Malaysia sekarang sering terdengar terlalu aktif. Baik bahasa Indonesia maupun bahasa Malaysia sekarang mengenal bunyi /f/, /sy/, dan /kh/ berkat pengaruh bahasa Arab, Inggris, dan Belanda.
Perkembangan Cara Hidup
Pengalaman kebudayaan baru pun menyebabkan bahasa yang terpakai oleh orang yang pindah itu berbeda dengan bahasa yang dipakai oleh orang yang tinggalkannya. Kalau ditempat baru cara-cara kehidupan ekonomi berbeda dengan cara kehidupan ekonomi masyarakat yang ditinggalkannya, maka bahasa yang mereka pakai pun menjadi sedikit berbeda. Pengalaman kehidupan ekonomi yang baru itu tentu itu akan diikuti oleh munculnya kata-kata dan istilah baru yang akan dipakai untuk mengimbangi berbagai kegiatan ekonomi barunya. Orang-orang di Jawa mengembangkan istilah-istilah pertanian sawah yang bermacam-macam yang tidak ada di masyarakat yang ditinggalkannya dahulu. Kalau setiap bidang kebudayaan itu ada pembaharuan, maka hal itu berarti juga bahwa setiap bidang kebudayaanya menimbulkan istilah-istilah yang baru. Karena itulah, maka orang-orang Austronesia yang berpencar-pencar di berbagai ke kepulauan Nusantara ini sekarang mempunyai perbendaharaan kata dan istilah yang berlain-lainan.
Inovasi Khas
Selanjutnya, tentang hal adanya kreasi sehubungan dengan adanya keakraban, dapatlah dituturkan sebagai berikut. Pertama-tama perlu disebutkan bahwa hal ini kiranya belum banyak disadari oleh para sarjana bahasa. Kedua, perlu diketahui bahwa perubahan semacam ini juga dialami oleh masyarakat satwa. Berbagai burung di berbagai tempat sering mempunyai cara nyanyian yang sedikit lain dari burung sejenisnya di tempat lainnya, karena tampaknya burung burung itu pun juga cenderung menjalankan cara-cara berkomunikasi yang serupa. Tampaknya, setiap hubungan mesra dari dua insan yang berlainan cenderung menimbulkan luapan perasaan yang perlu dilambangi dengan lambang bahasa yang sifatnya eksklusif. Dua orang anak kembar di Amerika sering menciptakan kata-kata atau bunyi bahasa yang hanya dimengerti oleh keduanya. Dua orang sahabat yang bisu tuli sering juga menimbulkan butir-butir bahasa yang hanya dimengerti oleh keduanya. Suami-isteri yang mesra hubungannya juga sering mempunyai kata-kata yang hanya dipahami oleh keduanya. Teman-teman sepermainan seringkali menimbulkan kata-kata slang dengan istilah-istilah rahasia yang hanya mereka saja yang dapat memahaminya. Kelompok pencuri di sesuatu tempat sering juga menciptakan kata-kata rahasia. Para mahasiswa pun juga mempunyai slang-slang-nya. Bahkan satwa pun telah diketemukan oleh para peneliti bahwa di daerah yang berlainan burung-burung mempunyai nyanyian perjodohan yang berlainan. Cara memanggil burung betina di daerah yang satu berlainan dengan cara memanggil burung betina di daerah yang lain. Kekuatan kemesraan ini kiranya telah mengalahkan daya tarik bahasa baku. Istilah-istilah yang melambangi kemesraan ini mengalahkan kekuatan bahasa standar. Oleh karena itu, setiap kali sesuatu masyarakat membentuk kelompok kecil yang baru, maka dalam kelompok itu pun lalu timbul istilah-istilah barunya sendiri. Istilah-istilah baru itu tidak hanya melambangi tata cara di dalam segi kebudayaan yang khas, melainkan muncul karena adanya rasa kemesraan yang kuat Bukan saja istilah dan idiom yang timbul, terkadang juga timbul pola-pola bunyi baru yang terpakai di dalam bahasanya. Setiap dialek biasanya mempunyai pola intonasinya sendiri yang berbeda dengan pola intonasi dialek lain. Bagaikan seorang pemuda dan pemudi yang menyendiri, kawin, dan kemudian mempunyai anak, maka keluarga yang timbul ini lalu mempunyai hubungan sendiri yang erat, dan daya tarik keluarga yang lama pun dirasakan menjadi kurang kuat. Keluarga baru ini telah membentuk "dialek" sendiri. Timbulnya inovasi di dalam suatu kelompok masyarakat menjadikan ke satuan kelompok itu menjadi erat, dan menjadikan mereka itu merasa lain dari pada yang lain. Sebagai misal, dialek-dialek Melayu di Semenanjung secara bersama telah memunculkan fonem-fonem vokal baru. Apa yang tadinya hanya empat buah fonem vokal ditambali dua diftong, di dalam dialek-dialek Melayu di Semenanjung fonem vokal itu berkembang menjadi enam. Bahkan ada beberapa dialek yang mengembangkan vokal nya menjadi tujuh atau delapan. Sebaliknya untuk membuktikan bahwa dialek-dialek Melayu di Borneo membentuk kelompok dialek tersendiri, James T. Collins mengatakan bahwa dialek dialek Melayu di Borneo itu telah secara bersama menyatukan fonem /ə/ nya ke fonem /a/ Penyatuan itulah suatu inovasi. Di samping perapatan /ə/ ke /a/ ada inovasi lain ditingkat fonologinya dan perbendaharaan leksikonnya.
Ubah-suai dalan Sistem Gramatika
Penyebab yang kelima, perubahan gramatika sebagai dampak perubahan-perubahan di atas juga belum banyak dikaji oleh para sarjana bahasa. Perubahan ini terjadi secara sangat lambat. Perubahan ini mungkin lebih lambat dari perubahan bunyi sebagai hasil kesalahterimaan generasi muda terhadap bahasa generasi tuanya. Perubahan yang dimaksudkan di sini tidak terjadi karena sesuatu masyarakat pindah dari tempat lama ke tempat baru, melainkan terjadi karena adanya gerakan penyesuaian dari unsur-unsur bahasa agar bahasa itu tetap dapat berfungsi sebagai sarana yang efektif, dapat dipakai untuk menyampaikan pesan dengan sejelas-jelasnya dalam tempo dan cara yang sehemat-hematnya.
Jadi, semua bahasa di dunia ini mempunyai prinsip gramatika seperti itu, yaitu dapat dipakai untuk menyampaikan pesan dengan cara yang sejelas-jelasnya tetapi dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jenis kata seperti kata benda (kata nama), kata kerja, kata sifat, kata ganti nama, kata bilangan, kata konjungsi, kata preposisi, dan sebagainya itu ada agar bahasa itu dapat dipakai untuk melambangi pesan secara jelas tetapi singkat. Berbagai content words dan function words tersebut ada di dalam bahasa karena diperlukan untuk maksud-maksud kejelasan itu. Kalau tidak diperlukan, maka kata-kata itu pun tidak akan di pakai lagi. Kata dan jenis kata akan ditanggalkan dari perbendaharaan bahasa apabila dari sudut kehematan hal itu tidak hemat lagi. Sebagai misal, bahasa Inggris sekarang ini menggunakan prinsip urutan kata yang berbeda dalam gramatikanya apabila gramatika itu dibandingkan dengan bahasa Inggris kuno atau bahkan dengan bahasa Jerman yang serumpun dengannya. Karena urutan yang berbeda itu, maka sebagai dampaknya penanda kasus seperti das, der, die, dem, der tidak dipakainya lagi. Banyak bentuk yang ada di dalam bahasa Jerman sekarang ini tidak dipakai lagi oleh bahasa Inggris. Sejalan dengan itu, maka karena bahasa Melayu sekarang ini menggunakan prinsip utama kata yang berbeda dengan prinsip urutan kata bahasa-bahasa rumpun Filipina, maka banyak partikel yang terpakai di dalam bahasa Filipina tidak dipakai lagi oleh bahasa Melayu. Bahasa Melayu sekarang ini sudah tidak lagi begitu banyak memakai -i, ber, dan memper. Di Indonesia terutama dalam bahasa informalnya, pemakaian partikel lah, kah, pun sudah mulai berkurang juga. Perubahan-perubahan semacam inilah yang dimaksudkan sebagai perubahan karena adanya gerakan penyesuaian kembali sebagai akibat perubahan lain dalam berbagai unsur bahasa yang ada. Perubahan yang mengarah ke penyesuaian gramatika ini secara tidak langsung menunjukkan kepada kita bahwa bahasa itu memang suatu sistem. Ada organisasinya. Kalau karena sesuatu ada perubahan yang menimpa salah satu unsurnya, maka perubahan itu tentu akan diikuti oleh perubahan lain agar kemudian terjadi equilibrium baru (keseimbangan baru).
Perubahan penyesuaian ini tampaknya tidak hanya menimpa tata kalimatnya saja, tetapi juga menimpa tata bunyi. Sebagai contoh, jika sebuah bahasa hanya memiliki vokal dan konsonan yang jumlahnya tidak banyak, maka kata-kata di dalam bahasa itu biasanya lalu bersuku dua atau lebih. Atau kalau bersuku satu, maka bahasa itu menggunakan juga tone sebagai pembeda fonem. Dialek-dialek bahasa Melayu kebanyakannya menggunakan kata-kata yang bersuku dua atau lebih, karena bahasa Melayu biasanya mempunyai vokal dan konsonan yang jumlahnya tidak banyak. Sebaliknya, bahasa Inggris dan bahasa bahasa lain di Eropa umumnya mempunyai vokal dan konsonan yang berjumlah banyak, di samping suku katanya boleh mengandung clusters (gugus konsonan) dan berbagai diftong, maka demi kehematan, mereka itu banyak mempunyai kata-kata yang bersuku satu.
Referensi:
Poedjosoedarmo, Soepomo. 2001. Filsafat Bahasa. Surakarta : Muhammadiyah University Press.
Post a Comment