Saturday, October 24, 2020

Proses Morfologis

Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses redupilaksi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi). Prosedur ini berbeda dengan analisis morfologi yang mencerai ceraikan kata (sebagai satuan sintaksis) menjadi bagian-bagian atau satuan-satuan yang lebih kecil. Jadi, kalau dalam anilisis morfologi; seperti menggunakan teknik Immediate Constituen Analysis (IC Analysis), terhadap kata berpakaian, misalnya, mula-mula kata berpakaian dianalisis menjadi bentuk ber-dan pakaian, lalu bentuk pakaian dianalisis lagi menjadi bentuk pakai dan -an. Maka dalam proses morfologi prosedurnya dibalik: mula-mula dasar pakai diberi sufiks -an menjadi pakaian. Kemudian kata pakaian itu diberi prefiks ber- menjadi berpakaian. Jadi, kalau analisis morfologi mencerai ceraikan data kebahasaan yang ada, sedangkan proses morfologi mencoba menyusun dari komponen-komponen kecil menjadi sebuah bentuk yang lebih besar yang berupa kata kompleks atau kata yang polimorfemis. 
Proses morfologi melibatkan komponen (1) bentuk dasar, (2) alat pembentuk (afiksasi, reduplikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi), (3) makna gramatikal, dan (4) hasil proses pembentukan. 
A. Bentuk Dasar 
Bentuk dasar adalah bentuk yang kepadanya dilakukan proses morfologi itu. Bentuk dasar itu dapat berupa akar seperti baca, pahat, dan juang pada kata membaca, memahat, dan berjuang. Dapat berupa bentuk polimorfemis seperti bentuk bermakna, berlari, dan jual beli pada kata kebermaknaan, berlari-lari, dan berjual beli. 
Dalam proses reduplikasi bentuk dasar dapat berupa akar, seperti akar runah pada kata rumah-rumah, akar tinggi pada kata tinggi-tinggi, dan akar marah pada kata marah-marah. Dapat juga berupa kata berimbuhan seperti menembak pada kata menembak nembak, kata berimbuhan bangunan pada kata bangunan-bangunan, dan kata berimbuhan kemerahan pada kata kemerah-merahan. Dapat juga berupa kata gabung seperti rumah sakit pada kata rumah rumah sakit, dan anak nakal pada kata anak-anak nakal.
Dalam proses komposisi dapat berupa akar sate pada kata sate ayam, sate padang, dan sate lontong: dapat berupa dua buah akar seperti akar kampung dan akar halaman pada kata kampung halaman, atau akar tua dan akar muda pada kata tua muda. Di depan sudah disinggung mengenai perbedaan bentuk pelajar dan pengajar. Pertanyaan kita apakah bentuk dasar kata pelajar dan apa bentuk dasar kata pengajar. Menurut kajian tradisional dan struktural bentuk dasar kata itu adalah sama, yaitu akar ajar. Dalam kajian proses di sini bentuk dasar kedua kata itu tidaklah sama. Bentuk dasar kata pelajar adalah belajar sedangkan bentuk dasar kata pengajar adalah mengajar. Mengapa? Karena makna gramatikal kata belajar adalah orang yang belajar. Sedangkan makna gramatikal pengajar adalah orang yang mengajar. Contoh lain bentuk dasar kata penyatuan adalah menyatukan karena makna penyatuan adalah hal/proses menyatukan. Sedangkan bentuk dasar kata persatuan adalah bersatu atau mempersatukan karena makna gramatikalnya adalah hal bersatu' atau 'hal mempersatukan'. Namun, secara teoretis dapat juga dikatakan bentuk dasar kata pelajar dan pengajar adalah sama yaitu ajar, tetapi bentuk pelajar dibentuk dari dasar ajar melalui verba belajar, sedangkan pengajar dibentuk dari dasar ajar melalui verba mengajar. 
Demikian juga kata penyatuan dibentuk dari dasar satu melalui verba menyatukan, sedangkan kata persatuan dibentuk dari dasar satu melalui verba bersatu atau mempersatukan. Dari uraian di atas jelas, bahwa konsep bentuk dasar tidak sama dengan pengertian morfem dasar atau kata dasar. Mengapa? karena bentuk dasar dapat juga berupa bentuk-bentuk polimorfemis. 
B. Pembentuk Kata 
Komponen kedua dalam proses morfologi adalah alat pembentuk kata. Sejauh ini alat pembentuk dalam proses morfologi adalah (a) afiks dalam proses afiksasi, (b) pengulangan dalam proses reduplikasi, (c) penggabungan dalam proses komposisi, (d) pemendekan atau penyingkatan dalam proses akronimisasi, dan (e) pengubahan status dalam proses konversi. Dalam proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan pada bentuk dasar sehingga hasilnya menjadi sebuah kata. Umpamanya pada dasar baca diimbuhkan afiks me- sehingga menghasilkan kata membaca yaitu sebuah verba transitif aktif; pada dasar juang diimbuhkan afiks ber- sehingga menghasilkan verba intransitif berjuang. 
Berkenaan dengan jenis afiksnya, biasanya proses afiksasi itu dibedakan atas prefiksasi, yaitu proses pembubuhan prefiks, konfiksasi yakni proses pembubuhan konfiks, sufiksasi yaitu proses pembubuhan sufiks dan infiksasi yakni proses pembubuhan infiks, Hanya perlu dicatat dalam bahasa Indonesia proses infiksasi sudah tidak produktif lagi. Dalam hal ini perlu juga diperhatikan adanya klofiksasi, yaitu kelompok afiks yang proses afiksasinya dilakukan bertahap. Misalnya pembentukan kata menangisi, mula-mula pada dasar tangis diimbuhkan sufiks -i; setelah itu baru dibubuhkan prefiks me Proses prefiksasi dilakukan oleh prefiks ber-, me, di-, ter-, ke, dan se-; infiksasi dilakukan oleh infiks -el-, -em-, dan -er-, sufiksasi dilakukan sufiks -an, -kan, dan - sedangkan konfiksasi dilakukan oleh konfiks pe-an, per-an, ke-an, se-nya, dan ber-an (ada yang bukan konfiks). Namun, perlu dicatat ada afiks yang sangat produktif yaitu prefiks ber- dan prefiks me; ada yang cukup produktif, yaitu prefiks ter-, sufiks -kan, sufiks-i, dan sufiks -an; dan juga ada yang tidak produktif lagi, yaitu infiks -el-, -em-, dan -er-. 
Alat pembentuk kedua adalah pengulangan bentuk dasar yang digunakan dalam proses reduplikasi. Hasil dari proses reduplikasi ini lazim disebut dengan istilah kata ulang. Secara umum dikenal adanya tiga macam pengulangan, yaitu pengulangan secara utuh, pengulangan dengan pengubahan bunyi vokal maupun konsonan, dan pengulangan sebagian. 
Alat pembentuk ketiga adalah penggabungan sebuah bentuk pada bentuk dasar yang ada dalam proses komposisi. Penggabungan ini juga merupakan alat yang banyak digunakan dalam pembentukan kata karena banyaknya konsep yang belum ada wadahnya dalam bentuk sebuah kata. Misalnya, bahasa Indonesia hanya punya sebuah kata untuk berbagai macam warna merah. Oleh karena itulah dibentuk gabungan kata seperti merah jambu, merah darah, dan merah bata. 
Alat pembentuk keempat adalah abreviasi khusus yang digunakan dalam proses akronimisasi. Disebut abreviasi khusus karena semua abreviasi menghasilkan akronim Abreviasi dari bentuk Sekolah Menengah Atas menjadi SMA adalah bukan akronim; tetapi hasil abreviasi dari Jakarta Bogor Ciawi menjadi Jagorawi adalah akronim.
Alat kelima dalam pembentukan kata adalah pengubahan status dalam proses yang disebut konversi. Misalnya, bentuk gunting yang berstatus nomina dalam kalimat "gunting ini terbuat dari baja", dapat diubah statusnya menjadi bentuk gunting yang berstatus verba, seperti dalam kalimat gunting dulu baik-baik, nanti baru dilem". 
Referensi : 
 Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta : Rineka Cipta

Post a Comment

avatar
Admin Purwarupalingua Online
Welcome to Purwarupalingua theme
Chat with WhatsApp