Bahasa, Tuturan, Verbal Repertoire dan Masyarakat Bahasa
Bahasa dan Tutur
Ferdinand de Saussure (1916) membedakan antara yang disebut langage, langue, dan parole. Ketiga istilah yang berasal dari bahasa Prancis itu, dalam bahasa Indonesia secara tidak cermat, lazim dipadankan dengan satu istilah, yaitu bahasa. Padahal ketiganya mempunyai pengertian yang sangat berbeda, meskipun ketiganya memang sama-sama bersangkutan dengan bahasa. Dalam bahasa Prancis istilah langage digunakan untuk menyebut bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal di antara sesamanya. Langage ini bersifat abstrak. Barangkali istilah langage dapat dipadankan dengan kata bahasa seperti terdapat dalam kalimat "Manusia mempunyai bahasa, binatang tidak Jadi, penggunaan istilah bahasa dalam kalimat tersebut, sebagai padanan kata langage, tidak mengacu pada salah satu bahasa tertentu, melainkan mengacu pada bahasa umumnya, sebagai alat komunikasi manusia. Binatang juga melakukan kegiatan komunikasi, tetapi alat yang digunakan bukan bahasa.
Istilah kedua dari Ferdinand de Saussure yakni langue dimaksudkan sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya Jadi, langue mengacu pada sebuah sistem lambang bunyi tertentu yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu yang barangkali dapat dipadankan dengan kata bahasa dalam kalima. "Nita belajar bahasa Jepang, sedangkan Dika belajar bahasa Inggris" Sama dengan langage yang bersifat abstrak, langue juga bersifat abstrak, sebab baik langue maupun langage adalah suatu sistem pola, keteraturan, atau kaidah yang ada atau dimiliki manusia tetapi tidak nyata-nyata digunakan.
Berbeda dengan langage dan langue yang bersifat abstrak, maka istilah yang ketiga yaitu parole bersifat konkret, karena parole itu merupakan pelaksanaan dari langue dalam bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh para anggota masyarakat di dalam berinteraksi atau berkomunikasi sesamanya. Parole di sini barangkali dapat dipadankan dengan kata bahasa dalam kalimat Kalau beliau berbicara bahasanya penuh dengan kata daripada dan akhiran ken". Jadi, sekali lagi parole itu tidak bersifat abstrak, nyata ada, dan dapat diamati secara empiris.
Perlu dicatat yang menjadi objek studi linguistik adalah langue, sebagai satu sistem bahasa tertentu, tetapi dilakukan melalui parole. Mengapa? Karena parole inilah yang dapat diobservasi secara empiris. Langue itu tidak dapat diamati secara empiris karena sifatnya yang abstrak, padahal setiap penelitian harus dilakukan melalui data empiris itu. Dari pembahasan mengenai istilah langage, langue, dan parole di atas terlihat bahwa kata atau istilah bahasa dalam bahasa Indonesia menanggung beban konsep yang amat berat, karena ketiga istilah yang berasal dari bahasa Prancis itu dapat dipadankan dengan satu kata bahasa itu, meskipun harus dalam konteks yang berbeda Beban konsep atau makna yang ditanggung kata bahasa itu, memang sangat berat, karena selain menanggung konsep istilah langage, langue, dan parole itu juga menanggung konsep atau penger tian lain. Perhatikan penggunaan kata bahasa dalam kalimat-kalimat berikut!
1.Sesama aparat penegak hukum haruslah ada kesamaan bahasa, agar keputusan yang diambil tidak bertentangan.
2. Bahasa militer tak perlu digunakan dalam menghadapi kerusuhan di sana.
3. Nyatakanlah rasa cintamu dalam bahasa bunga Hasilnya pasti akan lebih baik.
4. Sang Raja yang sedang dimabuk kemenangan itu tidak mengetahui bahasa sang permaisuri telah tiada.
5. Agak sukar juga berbicara dengan orang yang gila-gila bahasa itu.
Kelima kata bahasa di atas tidak ada hubungannya baik dengan kata Langage. langue, maupun parole. Yang pertama berarti ‘kebijakan’, pandangan yang kedua berarti ‘cara’ yang ketiga berarti ‘alat’ komunikasi yang keempat berarti ‘bahwa’ dan yang kelima berarti ‘agak’.
Sebagai langage bahasa itu bersifat universal, sebab dia adalah satu sistem lambang bunyı yang digunakan manusia pada umumnya, bukan manusia pada suatu tempat atau suatu masa tertentu. Tetapi sebagai langue bahasa itu, meskipun ada ciri-cin keuniversalannya, bersifat terbatas pada satu masyarakat tertentu Satu masyarakat tertentu ini memang agak sukar rumusan riya, namun adanya ciri saling mengerti (mutual intelligible) barangkali bisa dipakai batasan adanya satu bahasa Jadi, misalnya, penduduk yang ada di Garut Selatan dengan yang ada di Karawang dan di lereng Gunung Salak, Bogor, masih berada dalam satu masyarakat bahasa dan dalam satu bahasa, karena mereka masih dapat mengerti dengan alat verbalnya. Mereka dapat berkomunikasi atau berinteraksi secara verbal. Begitu juga penduduk yang berada di Banyumas dengan yang berada di Semarang dan yang berada di Surabaya, masih berada dalam satu bahasa dan satu masyarakat bahasa karena masih ada saling mengerti di antara mereka sesamanya.
Adanya saling mengerti antara penduduk di Garut Selatan dengan penduduk di Karawang adalah karena adanya kesamaan sistem dan subsistem (fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik) di antara parole-parole yang mereka gunakan Begitu juga dengan penduduk yang ada di Banyumas, Semarang, dan Surabaya, mereka bisa saling mengerti tentunya karena adanya kesamaan-kesamaan sistem dan subsistem dalam parole-parole yang mereka gunakan Tetapi antara penduduk di Garut Selatan dengan penduduk di Banyumas tidak ada saling mengerti secara verbal di antara mereka sesamanya Hal ini terjadi karena parole-parole yang digunakan di antara penduduk di kedua tempat itu tidak mempunyai kesamaan sistem maupun subsistem Ketiadaan kesamaan sistem dan subsistem di antara kedua masyarakat bahasa ini yang menyebabkan tidak terjadinya saling mengerti, menandai adanya dua sistem langue yang berbeda. Maka dalam kasus parole yang digunakan penduduk di Garut Selatan dan di Banyumas itu, kita menyebutnya ada dua buah sistem langue, yaitu bahasa Sunda di Garut Selatan dan bahasa Jawa di Banyumas.
Setiap orang secara konkret memiliki kekhasan sendiri-sendiri dalam berbahasa (berbicara atau menulis) Kekhasan ini dapat mengenai volume suara, pilihan kata, penataan sintaksis, dan penggunaan unsur-unsur bahasa lainnya. Itulah sebabnya, kalau kita akrab dengan seseorang, kita akan dapat mengenali orang itu hanya dengan mendengar suaranya saja (orangnya tidak tampak), atau hanya dengan membaca tulisannya saja (namanya tidak disebutkan dalam tulisan itu). Ciri khas bahasa seseorang disebut dengan istilah idiolek Jadi, kalau ada 1000 orang, maka akan ada 1000 idiolek
Dari pembicaraan di atas, secara linguistik dapat disimpulkan bahwa setiap bahasa sebagai langue dapat terdiri dari sejumlah dialek, dan setiap dialek terdiri dari sejumlah idiolek Namun perlu juga dicatat bahwa dua buah dialek yang secara linguistik adalah sebuah bahasa, karena anggota dari kedua dialek itu bisa saling mengerti, tetapi secara politis bisa disebut sebagai dua buah bahasa yang berbeda Contohnya, bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia.
Verbal repertoire
Istilah verbal repertoire diartikan sebagai kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh penutur. Artinya, penutur mampu berkomunikasi dalam berbagai ragam bahasa kepada pihak lain dalam berbagai ujaran, maka akan semakin luaslah verbal repertoire yang dimiliki oleh penutur (Alwasilah, 1985:68).
Kemampuan komunikatif seseorang ternyata juga bervariasi, setidaknya menguasai satu bahasa ibu dengan pelbagai variasinya atau ragamnya, dan yang lain mungkin menguasai, selain bahasa ibu, juga sebuah bahasa lain atau lebih, yang diperoleh sebagai hasil pendidikan atau pergaulannya dengan penutur bahasa di luar lingkungannya. Rata-rata seorang Indonesia yang pemah menduduki bangku sekolah menguasai bahasa ibunya dan bahasa Indonesia. Selain itu, mungkin menguasai satu bahasa daerah lain atau lebih, dan juga bahasa asing, bahasa Inggris, atau bahasa lainnya, apabila mereka telah memasuki pendidikan menengah atau pendidikan tinggi. Semua bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau dikuasai seorang penutur ini biasa disebut dengan istilah repertoir bahasa atau verbal repertoire dari orang itu.
Verbal repertoire sebenarnya ada dua macam yaitu yang dimiliki setiap penutur secara individual, dan yang merupakan milik masyarakat tutur secara. keseluruhan. Yang pertama mengacu pada alat-alat verbal yang dikuasai oleh seorang penutur, termasuk kemampuan untuk memilih norma-norma sosial bahasa sesuai dengan situasi dan fungsinya. Yang kedua mengacu pada keseluruhan alat-alat verbal yang ada di dalam suatu masyarakat, beserta dengan norma-norma untuk memilih variasi yang sesuai dengan konteks sosialnya.
Masyarakat Tutur atau Masyarakat Bahasa
Masyarakat bahasa adalah sekumpulan manusia yang menggunakan sistem isyarat bahasa yang sama Blomfield (dalam Nababan, 1991:5). Pengertian masyarakat bahasa menurut Bloomfield oleh para ahli sosiolinguistik dianggap terlalu sempit karena setiap orang menguasai dan menggunakan lebih dari satu bahasa. Corder (dalam Alwasilah 1985:41) mengatakan, bahwa masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang satu sama lain bisa saling mengerti sewaktu mereka berbicara. Apabila dilihat dari dua konsep ahli tersebut dapat dikatakan, bahwa masyarakat bahasa itu dapat terjadi dalam sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama dan sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan syarat di antara mereka terjadi saling pengertian.
Kalau suatu kelompok orang atau suatu masyarakat mempunyai verbal repertoir yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka dapat dikatakan bahwa kelompok orang itu atau masyarakat itu adalah sebuah masyarakat tutur (Inggris: Speech Commu nity). Jadi, masyarakat tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa. Satu hal lagi yang patut dicatat, untuk dapat disebut satu masyarakat tutur adalah adanya perasaan di antara para penuturnya, bahwa mereka merasa menggunakan tutur yang sama (Lihat Djoko Kentjono 1982) Dengan konsep adanya perasaan menggunakan tutur yang sama ini, maka dua buah dialek yang secara linguistik merupakan satu bahasa dianggap menjadi dua bahasa dari dua masyarakat tutur yang berbeda. Misalnya, bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yang masing-masing oleh para penutumya dianggap dua bahasa yang berbeda
Fishman (1976:28) menyebut "masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa serta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya". Kata masyarakat dalam istilah masyarakat mur bersifat relatif, dapat menyangkut masyarakat yang sangat luas, dan dapat pula hanya menyangkut kelompok kecil orang kata masyarakat itu kiranya digunakan sama dalam penggunaan "masyarakat desa", "masyarakat kota", "masyarakat Jawa Barat". masyarakat Inggris", "masyarakat Eropa", dan yang hanya menyangkut sejumlah kecil orang seperti "masyarakat pendidikan", atau "masyarakat linguistik Indonesia".
Referensi:
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta
Aslinda dan Syafyahya, Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung. Refika Aditama
Post a Comment