Pengertian Sosiolinguistik
Sosiolinguistik, namanya berasal dari gabungan perkataan sosio dan linguistik, menunjukkan bahwa bidang ilmu ini adalah perpaduan sosiologi dengan linguistik. Ada pula yang menyebutnya sebagai linguistik plus. Kita mudah dapat menyimak bahawa perbahasan pokok dalam ilmu ini adalah masyarakat dan bahasa. Kita bisa mengatakan sosiolinguistik adalah ilmu interdisiplineri yang membincangkan dan menyu¬sun teori-teori tentang perhubungan masyarakat dan bahasa.
Maksud istilah masyarakat, dalam ilmu sosiolinguistik adalah mencakupi kajian mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi kelompok besar maupun kecil, fungsi kelompok, pertembungan antara kelompok, sektor-sektor sosial, perhubungan-perhubungan dan perbedaan-perbedaannya dari segi bahasanya.
Maksud istilah bahasa pula mencakupi gagas¬an-gagasan seperti perbeaan kode-kode (yaitu bahasa Melayu, Indonesia, Inggeris, Arab dll.), ragam regional dari satu kod (seperti bahasa Melayu Malaysia, Singapura, Brunei, Thai Selatan, Kelantan, Kedah dll.), ragam kelompok sosial (seperti bahasa golongan bangsawan, kelas tinggi dan rendah), ragam stilistik (resmi, santai, intim dan sebagainya). Kesemuanya ini diamati dengan memberi perhatian kepada ciri-ciri pola bunyi dan sebutan, kosa kata, ciri-ciri gramatikal atau pada tahap makna yaitu semantik.
Sosiolinguistik adalah bidang ilmu yang mengkaji kesan aspek masyarakat yang dihubungkan dengan bahasa. Sosiologi bahasa juga mengkaji kesan bahasa terhadap masyarakatnya. Aspek-aspek ini bisa terdiri daripada norma dan nilai dalam masyarakat, harapan masyarakt, situasi dalam masyarakat, dll.
Selain itu, sosiolinguistik lebih berhubungan dengan kajian-kajian mendalam mengenai penggunaan bahasa sebenarnya. Dell Hymes (1962) menyebut ini sebagai etnografi pertuturan (the ethnography of speaking). Beberapa contoh dapat dilihat dalam misalnya: pemerian pola-pola penggunaan bahasa dan dialek dalam budaya tertentu yang me¬nyangkut bentuk-bentuk peristiwa ujaran (speech events), pilihan--pilihan yang dilakukan oleh penutur, topik pembicaraan dan seting pembicaraan (Fishman 1970: 6 dan Labov 1977: 183-184).
Hal-hal di atas dapat disebut sebagai indikator-indikator sosiolinguistik, dan secara umumnya inilah yang diselidiki oleh sarjana sosio¬linguistik. Ini dapat disimpulkan dalam lima perkara berikut:
1. Ada beberapa jenis kebiasaan atau konvensi yang digunakan bagi menguruskan ujaran kita yang diorientasikan kepada tujuan-tujuan sosial. Dalam kenyataannya di sini terdapat struktur-struktur pembicaraan dan interaksi seperti misalnya dalam pembicaraan melalui telefon, bergurau, berbual kosong dan sebagainya. Mereka yang meminati bidang ini disebut ethnomethodologis, yaitu mereka yang mempelajari metode-metode dan alat-alat yang digunakan oleh kelompok-kelompok sosial untuk mencapai tujuannya. Mereka percaya bahwa kenyataan-kenyataan sosial tidaklah bisa diselesaikan melalui statistik, tetapi pada kenyataannya diwujudkan dalam proses interaksi. Penyelidikan lain dalam bidang ini dan lebih berorientasi pada bidang linguistik, adalah bidang yang disebut sebagai analisis wacana. Kelompok lain yang berdekatan dengan analisis ini adalah ahli antropologi yang menganalisis pola-pola penyusunan pengajaran lisan atau oral message yang terkandung dalam cerita-cerita -dongeng, cerita-cerita rakyat, teka-teki dan upacara-upacara keaga¬maan dengan acuan pada masyarakat tempat semua itu berada.
2. Kajian bagaimana norma-norma dan nilai-nilai sosial mempengaruhi perilaku linguistik, seperti penyelidikan yang dilakukan oleh Bernstein mengenai perbedaan gaya ujaran kelas menengah dan kelas atas masyarakat Inggris. Tentulah penyelidikan mengenai alasan-alasan masyarakat yang menwujudkan perilaku bahasa begitu tidak terbatas pada perbedaan style antara kelompok dalam suatu masyarakat, tetapi juga berkaitan dengan variasi komunikasi antara kelompok-kelompok masyarakat bahasa' dan kelompok-kelompok etnik yang berbeda. Dalam hal ini Dell Hymes mengutarakan konsep yang termaktum dalam istilah sosiolinguistik,iaitu: kecakapan berkomunikasi (communi¬cative competence).
3. Variasi dan ragam bahasa dihubungkan dengan kerangka sosial para penuturnya. Inilah yang merupakan gagasan inti bidang sosiolinguistik. Ini kelihatan seperti sama dengan perkara 2 di atas. Perbedaannya adalah pada tujuan-tujuannya yang lebih sosiologikal. Banyak indikator linguistik yang memberikan maklumat sosial, bermula daripada aksen (logat) membawa kepada pemilihan kosa kata dan sistem gramatikal. Dalam masyarakat multilingual apa yang diucapkan mungkin menyajikan indikator status sosial si pembicara. Kenekaan linguistik ini merupakan satu topik penting dalam kajian sosiolinguistik. Perkara inilah yang dikaji oleh Trudgil (1974) menunjukkan perbedaan-perbedaan sosial orang-orang Inggris yang berasal dari Norwegia.
4. Pemanfaatan unsur-unsur bahasa dalam politik adalah juga menjadi sasaran kajian sosiolinguistik. Lembaga seperti Academie Francaise, secara rasmi menentukan apa yang bisa diterima atau tidak dalam bahasa Perancis. Begitu juga juga pemurnian bahasa Jerman sewaktu pemerintahan Nazi pernah dillakukan sebagai satu eksploitasi bahasa demi kepentingan politik. Malah, pemilihan bahasa, misalnya untuk menjadi bahasa nasional adalah persoalan yang menyangkut hal-hal politik, seperti menentukan bahasa asing untuk diajarkan di satu negara. Sebagai contoh keputusan bagi mengajarkan bahasa Maori kepada mereka yang berkulit putih di New Zealand, penga¬jaran bahasa Rusia di negara-negara blok timur dan usaha mema¬sukkan bahasa-bahasa peribumi ke dalam kurikulum sekolah di negara¬-negara Afrika, dll. Lebih rapat dengan kita adalah keputusan memilih bahasa Melayu menjadi bahasa Nasional Indonesia sebagai yang dinyatakan dalam Sumpah Pe¬muda (1928). Ini bertentangan dengan hakikat bahawa bahasa Jawa atau Sunda yang mempunyai jumlah penu¬tur yang jauh lebih banyak. Contoh di atas erat kaitannya terutama dengan kebijakan dalam pendidikan; dan ini semua dalam sosiolinguistik lazim disebut sebagai perancangan bahasa. Menurut Fishman yang mengkaji masyarakat multilingual, hal ini sering dihubungkan dengan tokoh atau pelopor sesebuah masyarakat multilingual.
5. Aspek-aspek sosial dalam bilingualisme dan multilingualisme adalah juga penting dalam kajian sosiolinguistik. Kebanyakan kajian memberi tumpuan kepada kelompok-kelompok minoritas di berbagai negara, biasanya melibatkan nada-nada politik yang berkaitan dengan pengakuan atau penerimaan bahasa oleh kelompok tersebut. Penyelidikan lainnya adalah mengkaji cara bukan penutur asli berganti-ganti menggunakan bahasa tertentu untuk satu kegiatan dan yang satu lagi untuk kegiatan lain. Fenomena ini disebut sebagai code switching. Kajian lain juga melihat motivasi sosial dalam prose meminjam bahasa asing. Ada pula yang menyelidiki sejauh mana seseorang bilingual atau multilingual menggunakan baha¬sa yang dikuasainya, ditinjau dari segi sosiologi maupun psikologi.
Dalam kelima perkara di atas, ahli sosiolinguistik sudah tentu mempunyai pendekatan dan teori yang berbeda antara satu dengan yang lain. Mungkin ada yang memberi penekanan kajiannya kepada linguis¬tiknya, sosiologinya atau psikologinya. Akan tetapi semuanya relatif, bermula daripada andaian yang sama bahwa sosiolinguistik mengkaji cara-cara atau bagaimana bahasa berinteraksi dengan masyarakat. Sosiolinguistik adalah satu kajian cara bagaimana struktur bahasa berubah sebagai respons terhadap fungsi-fungsi sosial yang ber¬aneka ragam, dan batasan dari fungsi-fungsi ini (Crystal 1971: 252) . Akhirnya perlu juga dicatat bahawa konferensi pertarna dalam sosiolinguistik berlangsung di University of California di Los Angeles pada tahun 1964. Salah satu hasil daripada konferensi itu dirumuskan oleh Dittmar (1976 :128) dalam tujuh dimensi dalam penyelidikan sosiolinguistik, yaitu:1. Identitas sosial penutur, 2. Identitas sosial pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, 3. Lingkungan sosial termpat peristiwa ujaran terjadi, 4. Analisis sinkronik dan diakronik terhadap dialek-dialek sosial, 5. Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan bentuk-bentuk perilaku ujaran, 6. Tingkatan atau ragam linguistik, dan 7. Penerapan praktis daripada penyelidikan sosiolinguistik.
Referensi:
Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik “Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan”. Jakarta: Kesaint Blanc.
Hassan, Abdullah. 2007. “Sosiolinguistik dan Pengajaran Bahasa Melayu”. http://sosiolinguistik.blogspot.com.
Post a Comment