Metafora
A. Konsep Metaphor We Live By
Metafora merupakan bagian dari bahasa kiasan. Sam Glucksberg (2001:3) mengatakan bahwa Metafora berasal dari bahasa Yunani: Metapherein yang berarti "pemindahan"; kombinasi kata Meta + pherein (untuk membawa). Ini berarti bahwa metafora adalah hal yang berbeda untuk hal lain yang berbeda. Kajian metafora yang dulu cenderung mengacu pada ungkapan figuratif mulai berubah sejak Lakoff dan Johnson menerbitkan Metaphors We Live By pada tahun 1980. Menurut mereka “metaphors are pervasive in our ordinary everyday way of thinking, mereka menegaskan bahwa metafora tidak hanya digunakan dalam karya sastra tetapi juga terdapat dalam kehidupan sehari.
Metafora merupakan dasar mutlak dari pikiran manusia yang terungkap dalam berbahasa. Lakoof dan Johnson (1980:3) menyatakan bahwa metafora meresap di dalam kehidupan sehari-hari manusia, tidak hanya di dalam bahasa, tetapi juga dalam pikiran dan tingkah laku; pikiran manusia tidak hanya berisi unsur intelegensi, tetapi juga berfungsi mengatur hidup manusia sampai ke hal yang sekecil-kecilnya.
Menurut Lakoff dan Johnson, asumsi ini terkesan benar hanya karena pengguna bahasa tidak menyadari bahwa banyak ungkapan-ungkapan yang biasa mereka gunakan sebenarnya didasarkan pada struktur metaforis. Sebagai contoh, kalimat yang lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari, seperti: Pendapatmu tidak dapat dipertahankan, Aku berhasil menghancurkan argumentasinya dan Dia selalu menang dalam perdebatan, sebenarnya merupakan variasi metafora linguistik yang dibentuk berdasarkan metafora konseptual ARGUMEN MERUPAKAN PERANG, seperti terlihat dari uraian yang diadopsi dari penjelasan Lakoff dan Johnson berikut. metafora konseptual: ARGUMEN MERUPAKAN PERANG.
Sebuah konsep metaforis dapat membentuk pola terstruktur secara sistematis. Karena metafora merupakan konseptualisasi dari dari sesuatu yang lain, metafora tersebut dipengaruhi secara sistematis oleh asalnya. Contoh:
a. ARGUMENT dikonseptualisasi sebagai WAR. Bentuk ARGUMENT dengan sendirinya ditentukan oleh konsep-konsep yang dialihkan dari WAR sehingga terbentuk suatu struktur yang unsur-unsurnya saling tarik: attack a position – indefensible – strategy – new lin of attack – win – gain ground.
b. LIFE dikonseptualisasi sebagai JOURNEY. Struktur yang terbentuk secara sistematis adalah konsep metaforis tentang kelahiran, kematian, dan segala pengalaman yang dapat terjadi di antara dua kutub tersebut, misalnya babies arrive/on the way – departure – have gone – getting ahead – direction – reaching – passage – courses.
Dari contoh di atas dapat dijelaskan bahwa menjelaskan bahwa metafora merupakan pemahaman dan pengalaman mengenai sebuah hal melalui sesuatu hal yang lain. Menurut mereka, “The esence of metaphor is understanding and experiencing one kind of thing in term of another.” (Lakoff dan Johnson, 1980: 5). Jadi seseorang memahami dan merasakan sesuatu yang baru melalui pemahamannya atas hal lain yang telah ia kenal sebelumnya.
Kerangka konseptual bahwa metafora muncul sebagai tanda bahasa yang diasosiasikan dengan hal lainnya untuk membantu pemahaman suatu konsep yang abstrak. Oleh karena itu, metafora tidak cukup dipandang sebagai perbandingan dua objek semata. melainkan lebih dari itu, metafora terkait dengan kognisi manusia yang tidak dapat dipisahkan dengan realitas, dan worldview. Melalui metafora dapat dilihat realitas-realitas yang meliputi gambaran-gambaran kebudayaan dan pengalaman sehari-hari
Prinsip utama dalam teori kongnitif Lakoff dan Johnson adalah bahwa metafora berlangsung dalam tataran proses berpikir. Metafora menghubungkan dua ranah konseptual, yang disebut ranah sumber (source domain) dan ranah sasaran (target domain). Ranah sumber terdiri dari sekumpulan entitas, atribut atau proses yang terhubung secara harfiah, dan secara semantis terhubung dan tersimpan dalam pikiran.
Hal-hal itu diungkapkan dalam pertuturan melalui seperangkat kata atau ungkapan yang dianggap terhimpun dalam kelompok-kelompok yang serupa dengan kumpulan tersebut, yang sering disebut oleh linguis sebagai kelompok leksikal‘ (lexical sets) atau bidang-bidang leksikal‘ (lexical fields). Ranah sasaran cenderung bersifat lebih abstrak dan mengikuti struktur yang dimiliki ranah sumber melalui pemetaan ontologis. Pemetaan inilah yang disebut metafora konseptual.
Oleh karena itu, entitas, atribut, dan proses dalam ranah sasaran diyakini berhubungan satu sama lain seperti pola yang dipetakan dari hubungan antara entitas, atribut, dan proses dalam ranah sumber. Pada tataran bahasa, seluruh. entitas, atribut, dan proses dalam ranah sasaran dileksikalkan melalui kata-kata dan ungkapan dari ranah sumber. Kata-kata atau ungkapan inilah yang disebut dengan metafora linguistik.
Lakoff dan Johnson menyatakan bahwa pengalaman tersebut berimplikasi pada timbulnya image schema yang merupakan skema abstrak di dalam kognisi manusia. Image schema berasal dari pengalaman sensoris dan persepsi. Pengalaman tersebut diterapkan secara analogis dalam metafora konseptual. metafora merupakan proses kognitif yang menjajarkan dua referen atau lebih, yang berhubungan secara tidak normal, yang menghasilkan penyimpangan semantis. Proses konseptualisasi ini mengidentifikasi referen yang mirip atau serupa untuk membentuk analogi, sehingga menghasilkan penyimpangan atau kejanggalan semantis (Lakoff dan Johnson, 1980: 253-254).
Demikian juga halnya dengan skema container ‘wadah’, yang dapat juga menunjukkan adanya penyimpangan atau kejanggalan semantis. Skema kontainer/wadah yang diusung Lakoff dan Johnson ini, menggambarkan entitas atau proses nonfisik/nonkonkret, seperti kejadian, emosi, naratif, dan aksi verba lainnya, hubungan, dan perseptual, serta ranah pengetahuan. Dalam hal ini, entitas nonkonkret/nonfisik seolah-olah menjadi pengaruh latar sesuatu yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik (Lakoff dan Johnson, 1980: 255).
Lakoff dan Johnson menyatakan bahwa metafora mengandung lambang kias dan makna, lambang kias yang dipakai dalam metafora tersebut diambil dari lingkungan manusia dalam sistem ekologi yang tersusun secara teratur dalam satu hierarki. Dalam berpikir dan menciptakan metafora, manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya, karena ia selalu mengadakan interaksi dengan lingkungannya itu. Dengan sendirinya, keadaan sistem ekologi suatu kelompok masyarakat akan tercermin dalam penggunaan metafora yangdiciptakan oleh kelompok masyarakat itu. Sistem ekologi yang diipersepsi manusia tersusun dalam suatu hierarki yang sangat teratur.
B. Konsep Green Grammar or Metaphor We Die By
Halliday menenkankan pada ‘grammatical metaphor’ haruslah digunakan secara deskriptif/ penjelasan dibanding hanya sebatas evaluasi semata. Namun, secara keseluruahan, khususnya analisa kritis wacana, ‘grammatical metaphor’ secara sosial terpisah karena hal itu membuat teks tidak dapat diakses lebih luas.
Congruence, metaphor and what determines the distinctio
1. Apa yang kita pahami dari kepadanan?
Hal yang pertama kali untuk dipahami adalah bagaimana ideasional elemen klausa direpresentasikan atau dikonstruksikan dalam bahasa Inggris. Klausa tersebut direalisasikan dalam bentuk transitifitas;
TIPE PROSES BENTUK TRANSITIVITAS RANGKAIAN
2. Apa yang kita pahami dengan gramatika metafor?
Ada 2 tipe terjadinya gramatika metafor;
a. Peran sintaksis tidak konvensional yakni partisipan,
Contohnya; kalimat pasif
(goal- subjek nomina)
The fish was eaten by the cat.
b. Bentuk tidak konvensional terhadap fungsi partisipan, elemen, proses hingga menjadi frase.
Contohnya; nominalisasi
(proses – nomina)
Pemandangan yang indah.
3.Mengapa ketidaksesuaian dinamakan metafor?
Terdapat sejumlah hal yang penting dalam menentukan gramatika metafor yang menyerupai metafor leksikal.
a. Terdapat penekanan yang kedua hal tersebut dihasilkan. Telah ada teori leksikal metafor yang berdasarkan konsep bahwa konsep perasaan dan ketidakseimbangan emosi terletak pada konsep topic dan konsep sarana. Hal ini sama seperti hal yang disampaikan oleh halliday dan Martin yang memperkenalkan ‘tensi’ ini kedalam gramatika metafor antara wording (secara literal) dan makna (transfer).
b. Salah satu fungsi kedua metafor baik pada metafor leksikal dan gramatika untuk membuat kemungkinan makna yang baru atau memperluas potensi makna. Metafor digunakan misalnya pada label pada sesuatu/ konsep,
Contoh; ‘mouse’
c. Adanya pengambangan makna
Contohnya; ‘mouse’ yang digunakan sebagai alat penuju pada layar monitor komputer, pada konsep konvensional bermakna binatang,+mamalia + binatang pengerat, berekor yang maknanya berubah secara metafor.
4. Mengapa grammar fungsional itu sesuai: Marx, Saussure, dan teori sistemik ‘systemic theory’.
Menurut Halliday (1985), tori systemik merupakan teori makna terhadap bahasa atau sistem semiotik lainnya yang diinterpretasikan sebagai jaringan dari ketersambungan yang ada. Dengan kata lain, teori sistematik merupakan klausa yang memiliki satuan unit makna dari tiga hal yang berbeda. Serta, Marx dan Saussure mempengaruhi ideologi dalam pada sistem tersebut.
5.Eksperientalisme: mengapa manusia lebih mengutamakan kesesuaian/ kepadanan?
Lakoff memperkenalkan pandangan persuasif melawan filosofi objektivitas yang dikenal dengan nama ‘interdependence assumption’ bahwa keeksistensian dan fakta itu tersendiri tergantung pada kepercayaan, ilmu,persepsi, modus pemahaman dan setiap aspek kapasitas kognitif manusia lainnya. Tidaklah betul bahwa fakta tergantung pada orang mempercayai hal tersebut, pengetahuan yang mereka miliki, pemahaman mereka akan hal itu atau aspek kognitif lainnya.
Secara umum, setiap orang mempunyai pengalaman pre-konseptual tertentu seperti; pengalaman menggerakkan badan, kemampuan memindahkan benda, bahkan merasakan keseluruhan hingga mampu menggambarkannya. Seperti pengalaman; kontainer, jalan, keseimbangan, naik turun, sebagian dan penuh, depan belakang. Lakoff mengklain bahwa konsep abstrak muncul dari pengalaman fisik pre-konsep ini pada proyeksi metafor.
Referensi:
Fill, Alwin and Peter Muhlhausler (ed). 2001. The Linguuistics Reader: Language, Ecology, and Environment. Wales: Continuum.
Glucksberg, Sam and Matthew S. McGlone. 2001. Understanding Figurative Language: From Metaphor to Idioms. New York: Oxford University Press.
Lakoff, George and Johnsen, Mark. 2003. Metaphor We Live By. London: University Of Chicago Press.
Post a Comment