Hipotesis Pemerolehan Bahasa
Rangkuman Materi Pemerolehan Bahasa
Oleh:
Siti Badriyah
Raudy Pramudiansyah P.D
Raudy Pramudiansyah P.D
Idenifikasi Buku
Judul Buku : Psikolinguistik Kajian Teoretik
Bab : Pemerolehan Bahasa : Beberapa Hipotesis
Penulis : Abdul Chaer
Judul Buku : Psikolinguistik Kajian Teoretik
Bab : Pemerolehan Bahasa : Beberapa Hipotesis
Penulis : Abdul Chaer
Penerbit : Rineka Cipta
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Tebit : 2009
Tahun Tebit : 2009
A. Hipotesis Nurani
Manusia lahir dengan dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat, lalu karena sukar dibuktikan secara empiris, maka pandangan ini mengajukan suatu hipotesis yang disebut hipotesis nurani atau bahasa yang dibawa sejak lahir.
Hipotesis nurani ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu hipotesis nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme. Hipotesis nurani bahasa merupakan satu asumsi yang menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau diperoleh tetapi ditentukan oleh nurani yang khusus dari organisme manusia. Sedangkan hipotesis nurani mekanisme menyatakan bahwa proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognnitif umum dan mekannisme nurani umum yang berinteraksi dengan pengalaman. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis nurani bahasa menekankan adanya suatu “benda” nurani yang dibawa sejak lahir yang khusus untuk bahasa dan berbahasa. Sedangkan hipotesis nurani mekanisme adanya suatu “benda” nurani bernetuk mekanisme yang umum untuk semua kemampuan manusia. Bahasa dan berbahasa hanyalah sebagian saja dari yang umum itu.
Chomsky dan Miller mengatakan adanya alat khusus yang dimiliki anak sejak lahir untuk berbahasa, yaitu Language Acquisition Device (LAD) yang berfungsi untuk memungkinkan anak-anak memeperoleh bahasa ibunya.
B. Hipotesis Tabularasa
Hipotesis ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong yang nanti akan ditulis dan diisi dengan pengalaman- pengalaman. Dalam hal ini, menurut hipotesis tabularasa ini semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampal dalam perilaku berbahasa adalah hasil integrasi peristowa-peristiwa linguistic yang dialami dan diamati oleh manusia. Sejalan dengan hipotesis ini, behaviorisme menganggap bahwa pengetahuan linguistic terdiri hanya dari rangkaian hubungan-hubungan yang dibentuk dengan cara pembelajaran S – R (Stimulus – Respons) .
C. Hipotesis Kesemestaan Bahasa
Hipotesis ini menganggap pemerolehan bahasa merupkan suatu bagian dari perkembangan kognitif (intelek) secara umum. Bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor. Struktur ini diperoleh anak-anak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang disekitarnya. Tahap-tahap pemerolehan bahasa anak sebagai berikut.
Pertama, anak-anak memilih satu gabungan bunyi pendek dari bunyi-bunyi yang didengarnya untuk menyampaikan satu pola aksi.
Kedua, jika gabungan bunyi-bunyi pendek dipahami, maka anak-anak akan memakai seri bunyi yang sama tetapi dalam bentuk fonetik yang lebih dekat dengan fonetik orang dewasa, untuk menyampaikan pola-pola aksi yang sama, atau apabila pola aksi yang sama dilakukan oleh orang lain.
Ketiga, setelah tahap kedua di atas munculah fungsi-fungsi tata bahasa yang pertama yaitu subjek-predikat, dan obbjek-aksi, yang menghasilkan struktur
Subjek - Verbal - Objek Atau Agen + Aksi + Penderita.
Dari penjelasan di atas bisa dilihat hipotesis kesemestaan bahasa dalam psikologi sama dengan hipotesis nurani mekanisme dalam linguisitik. Perbedaannya terletak pada nama saja karena dikemukakan oleh dua disiplin ilmu yang berbeda namun saling memengaruhi.
D. Awal Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan Bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung didalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa ini berkaitan dengan proses-proses yang terjadi ketika anak-anak mempelajari bahasa keduanya.
Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak-anak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetisi dan proses performansi. Proses kompetisi adalah proses penguasaan bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetisi ini menjadi syarat terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua proses, yakni proses pemahaman (yang melibatkan kemampuan atau kepandaian mempersepsi kalimat-kalimat) dan proses penerbitan (proses menghasilkan kalimat-kalimat).
E. Menurut Para Ahli
1. Hipotesis Nurani
a) Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para pakar terhadap pemerolehan bahasa anak-anak (Lenneberg, 1967, Chomsky, 1970), kesimpulan yang didapat berdasarkan beberapa pengamatan yaitu bahwa manusia lahir dengan dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat. Karena dibuktikan secara empiris, maka pandangan ini mengajukan satu hipotesis yang disebut hipoesis nurani (innate).
b) Mengenai hipotesis nurani (Simanjuntak, 1977) membedakan dua macam hipotesis nurani, yaitu Hipotesis Nurani Bahasa (yaitu satu asumsi bahwa Sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau diperoleh melainkan ditentukan oleh fitur-fitur organisme manusia) dan Hipotesis Nurani Mekanisme (yaitu proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognitif umum dan mekanisme nurai umum yang berinteraksi dengan pengalaman).
c) Menurut Chomsky dan Miller (1957), menyatakan bahwa adanya alat khusus yang dimiliki setiap anak sejak lahir untuk dapat berbahasa, alat itu namanya language acquisition device (LAD) yang berfugsi untuk memungkinkan seorang anak memperoleh bahasa ibunya.
2. Hipotesis Tabularasa
a) John Locke berpendapat tabularasa secara harfiah berarti “kertas kosong”, dalam arti belum ditulis apa-apa. tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong dan data yang ditambahkan serta aturan untuk memprosesnya dibentuk oleh pengalaman alat inderanya, dalam arti locke menekankan tetang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri.
b) Menurut para pakar teori generative transformasi (Simanjuntak, 1987), teori behaviorisme ini tidak mampu menerangkan proses pemerolehan bahasa. Karena tidak mungkin semua kalimat yang diucapkan anak-anak terlebih dahulu ”dituliskan”dalam tabularasa otak anak-anak itu melalui pengukuhan. Semua kalimat yang diucapkan anak-anak adalah kalimat baru.
c) Jenkin (1964, 1965) melontarkan penjelasan mengenai kreativitas bahasa berdasarkan kerangka behaviorisme. Jenkin memperkenalkan satu teori yang disebut teori mediasi atau penengah seperti yang diperkenalkan oleh Osgood, tetapi dalam bentuk yang agak berlainan, bahwa faktor penengah atau mediasi yang dimainkan otak telah memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran “rantai respon” itu.
d) Menurut Skinner (1957), berbicara merupakan satu respon operan yang dilazimkan kepada sesuatu stimulus dari dalam atau dari luar, yang sebenarnya tidak jelas diketahui. Skinner memperkenalkan sekumpulan kategori respon bahasa yang hampir serupa fungsinya dengan ucapan, yaitu mand (operan bahasa dibawah pengaruh stimulus yang bersifat menyingkirkan, merampas, atau menghabiskan. Dalam tata bahasa sama seperti kalimat imperative), Tacts (benda atau peristiwa konkret yang muncul sebagai akibat adanya stimulus), Echoics (perilaku berbahasa yang diengaruhi oleh respon orang lain sebagai stimulus dan kita meniru ucapan itu), Tectual (perilaku bahasa yang diatur oleh stimulus tertulis sehingga bentuk perilaku itu mempunyai korelasi dengan bahasa yang tertulis itu), Intraverbal Operant (operan bahasa yang diatur oleh perilaku berbahasa terlebih dahulu yang dilakukan atau dialami oleh penutur.
3. Hipotesis Kesemestaan Kognitif
a) Dalam kognitifisme hipotesis kesemestaan kognitif yang diperkenalkan oleh Piaget telah digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan proses- proses pemerolehan bahasa anak-anak. Menurut Piaget (1955) ucapan holofrasis pertama selalu menyampaikan pola-pola yang pada umumnya mengacu kepada anak-anak itu sendiri. Misalnya, seorang anak-anak 1,5 tahun mengucapkan kata “panana” (grand papa) jika dia menginginkan seseorang melakukan sesuatu terhadap dirinya seperti yang biasa dilakukan kakeknya. Sesudah tahap ini barulah ucapan-ucapan yang didasarkan pada aksi ini diperluas dengan uraian mengenai peristiwa- peristiwa atau sifat-sifat benda lain.
b) Berdasarkan pandangan piaget, Sinclair-de Zwart (1973) merumuskan tahap-tahap pemerolehan bahasa anak-anak:
1) Pertama, anak-anak memilih satu gabungan bunyi pendek dari bunyi- bunyi yang didengarnya untuk menyampaikan satu pola aksi.
2) Kedua, jika gabungan bunyi-bunyi pendek ini dipahami, maka anak- anak itu akan memakai seri bunyi yang sama namun dengan bentuk fonetik yang lebih dekat dengan fonetik orang dewasa.
3) Ketiga, setelah tahap kedua muncullah fungsi-fungsi tata bahasa yang pertama yaitu subjek-predikat, dan objek aksi.
Manusia lahir dengan dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat, lalu karena sukar dibuktikan secara empiris, maka pandangan ini mengajukan suatu hipotesis yang disebut hipotesis nurani atau bahasa yang dibawa sejak lahir.
Hipotesis nurani ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu hipotesis nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme. Hipotesis nurani bahasa merupakan satu asumsi yang menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau diperoleh tetapi ditentukan oleh nurani yang khusus dari organisme manusia. Sedangkan hipotesis nurani mekanisme menyatakan bahwa proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognnitif umum dan mekannisme nurani umum yang berinteraksi dengan pengalaman. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis nurani bahasa menekankan adanya suatu “benda” nurani yang dibawa sejak lahir yang khusus untuk bahasa dan berbahasa. Sedangkan hipotesis nurani mekanisme adanya suatu “benda” nurani bernetuk mekanisme yang umum untuk semua kemampuan manusia. Bahasa dan berbahasa hanyalah sebagian saja dari yang umum itu.
Chomsky dan Miller mengatakan adanya alat khusus yang dimiliki anak sejak lahir untuk berbahasa, yaitu Language Acquisition Device (LAD) yang berfungsi untuk memungkinkan anak-anak memeperoleh bahasa ibunya.
B. Hipotesis Tabularasa
Hipotesis ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong yang nanti akan ditulis dan diisi dengan pengalaman- pengalaman. Dalam hal ini, menurut hipotesis tabularasa ini semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampal dalam perilaku berbahasa adalah hasil integrasi peristowa-peristiwa linguistic yang dialami dan diamati oleh manusia. Sejalan dengan hipotesis ini, behaviorisme menganggap bahwa pengetahuan linguistic terdiri hanya dari rangkaian hubungan-hubungan yang dibentuk dengan cara pembelajaran S – R (Stimulus – Respons) .
C. Hipotesis Kesemestaan Bahasa
Hipotesis ini menganggap pemerolehan bahasa merupkan suatu bagian dari perkembangan kognitif (intelek) secara umum. Bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor. Struktur ini diperoleh anak-anak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang disekitarnya. Tahap-tahap pemerolehan bahasa anak sebagai berikut.
Pertama, anak-anak memilih satu gabungan bunyi pendek dari bunyi-bunyi yang didengarnya untuk menyampaikan satu pola aksi.
Kedua, jika gabungan bunyi-bunyi pendek dipahami, maka anak-anak akan memakai seri bunyi yang sama tetapi dalam bentuk fonetik yang lebih dekat dengan fonetik orang dewasa, untuk menyampaikan pola-pola aksi yang sama, atau apabila pola aksi yang sama dilakukan oleh orang lain.
Ketiga, setelah tahap kedua di atas munculah fungsi-fungsi tata bahasa yang pertama yaitu subjek-predikat, dan obbjek-aksi, yang menghasilkan struktur
Subjek - Verbal - Objek Atau Agen + Aksi + Penderita.
Dari penjelasan di atas bisa dilihat hipotesis kesemestaan bahasa dalam psikologi sama dengan hipotesis nurani mekanisme dalam linguisitik. Perbedaannya terletak pada nama saja karena dikemukakan oleh dua disiplin ilmu yang berbeda namun saling memengaruhi.
D. Awal Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan Bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung didalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa ini berkaitan dengan proses-proses yang terjadi ketika anak-anak mempelajari bahasa keduanya.
Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak-anak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetisi dan proses performansi. Proses kompetisi adalah proses penguasaan bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetisi ini menjadi syarat terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua proses, yakni proses pemahaman (yang melibatkan kemampuan atau kepandaian mempersepsi kalimat-kalimat) dan proses penerbitan (proses menghasilkan kalimat-kalimat).
E. Menurut Para Ahli
1. Hipotesis Nurani
a) Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para pakar terhadap pemerolehan bahasa anak-anak (Lenneberg, 1967, Chomsky, 1970), kesimpulan yang didapat berdasarkan beberapa pengamatan yaitu bahwa manusia lahir dengan dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat. Karena dibuktikan secara empiris, maka pandangan ini mengajukan satu hipotesis yang disebut hipoesis nurani (innate).
b) Mengenai hipotesis nurani (Simanjuntak, 1977) membedakan dua macam hipotesis nurani, yaitu Hipotesis Nurani Bahasa (yaitu satu asumsi bahwa Sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau diperoleh melainkan ditentukan oleh fitur-fitur organisme manusia) dan Hipotesis Nurani Mekanisme (yaitu proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognitif umum dan mekanisme nurai umum yang berinteraksi dengan pengalaman).
c) Menurut Chomsky dan Miller (1957), menyatakan bahwa adanya alat khusus yang dimiliki setiap anak sejak lahir untuk dapat berbahasa, alat itu namanya language acquisition device (LAD) yang berfugsi untuk memungkinkan seorang anak memperoleh bahasa ibunya.
2. Hipotesis Tabularasa
a) John Locke berpendapat tabularasa secara harfiah berarti “kertas kosong”, dalam arti belum ditulis apa-apa. tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong dan data yang ditambahkan serta aturan untuk memprosesnya dibentuk oleh pengalaman alat inderanya, dalam arti locke menekankan tetang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri.
b) Menurut para pakar teori generative transformasi (Simanjuntak, 1987), teori behaviorisme ini tidak mampu menerangkan proses pemerolehan bahasa. Karena tidak mungkin semua kalimat yang diucapkan anak-anak terlebih dahulu ”dituliskan”dalam tabularasa otak anak-anak itu melalui pengukuhan. Semua kalimat yang diucapkan anak-anak adalah kalimat baru.
c) Jenkin (1964, 1965) melontarkan penjelasan mengenai kreativitas bahasa berdasarkan kerangka behaviorisme. Jenkin memperkenalkan satu teori yang disebut teori mediasi atau penengah seperti yang diperkenalkan oleh Osgood, tetapi dalam bentuk yang agak berlainan, bahwa faktor penengah atau mediasi yang dimainkan otak telah memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran “rantai respon” itu.
d) Menurut Skinner (1957), berbicara merupakan satu respon operan yang dilazimkan kepada sesuatu stimulus dari dalam atau dari luar, yang sebenarnya tidak jelas diketahui. Skinner memperkenalkan sekumpulan kategori respon bahasa yang hampir serupa fungsinya dengan ucapan, yaitu mand (operan bahasa dibawah pengaruh stimulus yang bersifat menyingkirkan, merampas, atau menghabiskan. Dalam tata bahasa sama seperti kalimat imperative), Tacts (benda atau peristiwa konkret yang muncul sebagai akibat adanya stimulus), Echoics (perilaku berbahasa yang diengaruhi oleh respon orang lain sebagai stimulus dan kita meniru ucapan itu), Tectual (perilaku bahasa yang diatur oleh stimulus tertulis sehingga bentuk perilaku itu mempunyai korelasi dengan bahasa yang tertulis itu), Intraverbal Operant (operan bahasa yang diatur oleh perilaku berbahasa terlebih dahulu yang dilakukan atau dialami oleh penutur.
3. Hipotesis Kesemestaan Kognitif
a) Dalam kognitifisme hipotesis kesemestaan kognitif yang diperkenalkan oleh Piaget telah digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan proses- proses pemerolehan bahasa anak-anak. Menurut Piaget (1955) ucapan holofrasis pertama selalu menyampaikan pola-pola yang pada umumnya mengacu kepada anak-anak itu sendiri. Misalnya, seorang anak-anak 1,5 tahun mengucapkan kata “panana” (grand papa) jika dia menginginkan seseorang melakukan sesuatu terhadap dirinya seperti yang biasa dilakukan kakeknya. Sesudah tahap ini barulah ucapan-ucapan yang didasarkan pada aksi ini diperluas dengan uraian mengenai peristiwa- peristiwa atau sifat-sifat benda lain.
b) Berdasarkan pandangan piaget, Sinclair-de Zwart (1973) merumuskan tahap-tahap pemerolehan bahasa anak-anak:
1) Pertama, anak-anak memilih satu gabungan bunyi pendek dari bunyi- bunyi yang didengarnya untuk menyampaikan satu pola aksi.
2) Kedua, jika gabungan bunyi-bunyi pendek ini dipahami, maka anak- anak itu akan memakai seri bunyi yang sama namun dengan bentuk fonetik yang lebih dekat dengan fonetik orang dewasa.
3) Ketiga, setelah tahap kedua muncullah fungsi-fungsi tata bahasa yang pertama yaitu subjek-predikat, dan objek aksi.
Post a Comment