Thursday, June 11, 2020

Kalimat Majemuk

1. Kalimat Majemuk

Kalimat kompleks yang lazim disebut kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang terdiri atas klausa utama dan klausa subordinatif. Klausa utama lazim disebut induk kalimat, sedangkan klausa subordinatif lazim disebut anak kalimat. Klausa utama dapat berdiri sendiri sebagai kalimat yang lepas yang tidak bergantung pada klausa yang lain, sedangkan klausa subordinatif selalu bergantung pada klausa utama. Tanpa kehadiran klausa utama, klausa subordinatif tidak dapat mengungkapkan apa-apa karena informasinya belum jelas. Selain itu, klausa subordinatif merupakan pengembangan dari salah satu fungsi kalimat sehingga klausa ini hanya menduduki salah satu fungsi yang ada di dalam kalaimat. Oleh karena itu, hubungan antarkedua klausa dalam kalimat kompleks ini tidak sederajat atau tidak sejajar. Contoh: 
a. Supriyati tetap berangkat meskipun hari telah gelap.
 b. Ketika hujan turun, Hermawan masih berada di atas bus
Kalimat di atas merupakan kalimat kompleks sebab terdiri atas klausa utama dan klausa subordinatif. Klausa Supriyati tetap berangkat pada (a) dan Hermawan masih berada di atas bus pada (b) merupakan klausa utama, sedangkan meskipun hari telah gelap pada (a) dan ketika hujan turun pada (b) merupakan klausa subordinatif. Klausa subordinatif dapat terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, seperti contoh (a) dan (b).
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa utama atau lebih yang dapat berdiri sendiri sebagai kalimat yang lepas. Klausa yang satu dalam kalimat majemuk bukan merupakan bagian dari klausa yang lain atau klausa yang satu bukan merupakan pengembangan dari salah satu fungsi yang ada dalam klausa itu. Contoh: 
a. Yanto membaca stilistika dan istrinya membuatkan susu jahe.
 b. Giyarti memesan bakso, tetapi suaminya memesan sate sapi.
 c. Gandung sedang belajar atau malah tidur di kamar depan. 
d. Peserta dilarang makan atau minum serta dilarang bergurau. 
e. Adikku bekerja di Medan, sedangkan kakakku bekerja di Yogya.
Contoh (a) s.d. (d) tersebut merupakan kalimat majemuk yang masing-masing terdiri atas dua klausa utama, yaitu Yanto membaca stilistika (klausa pertama) dan istrinya membuatkan susu jahe (klausa kedua) pada (a); Giyarti memesan bakso (klausa pertama) dan suaminya memesan sate sapi (klausa kedua) pada (b); Gandhung sedang belajar (klausa pertama) dan (Gandhung) malah tidur di kamar depan (klausa kedua) pada (c); Peserta dilarang makan atau minum (klausa pertama) dan (peserta) dilarang bergurau (klausa kedua) pada (d); serta Adikku bekerja di Medan (klausa pertama) dan kakakku bekerja di Yogya (klausa kedua) pada (e).
Klausa utama yang satu dan klausa utama yang lain dalam kelima kalimat majemuk di atas dihubungkan dengan konjungsi koordinatif dan pada (a), tetapi pada (b), atau pada (c), serta pada (d), dan sedangkan pada (e). Konjungsi koordinatif dan pada (a) menyatakan hubungan kumulatif atau penjumlahan, tetapi pada (b) menyatakan hubungan kontradiktif atau perlawanan, atau pada (c) menyatakan hubungan alternatif atau pemilihan, serta pada (d) menyatakan hubungan pendampingan, serta sedangkan pada (e) menyatakan hubungan pertentangan.

2. Konjungsi Koordinatif

Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukannya sederajat. Beberapa ahli linguis Indonesia diantaranya Gianto (1983) menyatakan bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat tiga konjungsi koordinatif dasar yaitu dan, atau, dan tetapi.Ketiga jenis konjungsi koordinatif ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 
1. Konjungsi koordinatif terikat pada unsur yang digabungkannya, tidak dapat berdiri sendiri, 
2. Posisi dan urutannya tetap, yakni sesudah unsur (konstituen) kedua yang digabungkannya, 
3. dan dan atau dapat menggabungkan lebih dari dua konstituen, tetapi tetapi tidak, 
4. Konjungsi koordinatif dapat berkookurensi dengan koordinator lain sebagai penekanan atau jenis kata lain,
Konjungsi koordinatif ditempatkan diantara dua konjungta terakhir ketika menggabungkan lebih dari dua konjungta. Pertama, seperti yang telah disebutkan di atas tadi, dan, atau, tetapi tidak dapat berdiri sendiri dan menjadi kalimat, tetapi terikat pada ujaran lain. Contoh: 
(1) Sebaiknya kita berangkat sekarang atau kita akan terlambat 
(2) Orang tua dan anak muda boleh menonton pertunjukan
 (3) Anak itu memang cerdas tetapi malas 
Pada kalimat (1) kata atau terikat pada klausa yang membentuk sebuah kalimat majemuk. Dalam (2), kata dan terikat pada dua frasa dan pada (3)tetapi terikat pada dua kata. Dari kenyataan penggunaan ketiga kata ini dapat diambil kesimpulan bahwa dan, atau, tetapi dijumpai dalam keadaan terikat dalam tataran gugus kalimat klausa, frasa, dan kata. Hal ini menunjukkan keleluasaan ketiga kata itu. 
Walaupun ada kata atau kata-kata lain yang memiliki ciri keterikatan seperti dan, atau, tetapi, tapi keleluasaannya berbeda, misalnya, kata-kata yang termasuk adverbia konjungtif seperti sementara itu, sebaliknya, bahkan, atau subordinator karena, meskipun, agar, atau preposisi di, ke, untuk, dari. Adverbia konjungtif hanya dipakai terutama dalam gugus kalimat dan kalimat, ada kalanya dipakai antar klausa, tetapi tidak pernah dipakai di antara frasa atau kata, demikian pula subordinator. Di lain pihak preposisi hanya dijumpai di antara frasa atau kata. 

3. Konjungsi Subordinatif

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat (klausa)yang kedudukannya tidak sederajat. Artinya, kedudukan klausa yang satu lebih tinggi (sebagai klausa utama) dan yang kedua sebagai klausa bawahan atau lebih rendah dari yang pertama. Sementara itu Alwi dkk. (1998) mengatakan konjungtor atau konjungsi subordinatif menghubungkan dua klausa atau lebih yang tidak memiliki status sintaktis yang sama. Salah satu klausa merupakan anak kalimat, dan klausa lainnya merupakan induk kalimat. Secara sintaksis, konjungsi subordinatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Konjungsi subordinatif menghubungkan dua klausa yang salah satunya merupakan klausa inti (induk kalimat), dan yang lainnya merupakan klausa bawahan (anak kalimat). 
b. Konjungsi subordinatif hanya menggabungkan klausa. 
c. Konjungsi subordinatif merupakan bagian dari klausa. Klausa yang diawali oleh konjungsi subordinatif berperan sebagai anak kalimat. 
d. Posisi klausa tidak tetap, artinya anak kalimat dapat terletak sebelum atau sesudah induk kalimat.
Secara semantis, konjungsi subordinatif berperan dalam perluasan adverbia suatu kalimat. Hal ini dapat dilihat pada kalimat (1) dan (1a) berikut ini.
 (1) Kecelakaan itu terjadi pada jam 7 pagi. 
(1a) Kecelakaan itu terjadi ketika murid-murid sedang upacara
Anak kalimat yang terdapat pada (1a) berfungsi untuk menggantikan makna yang terdapat di dalam adverbia waktu seperti yang terdapat pada kalimat (1).
Konjungsi subordinatif sebab adalah konjungsi yang menghubungkan menyatakan sebab terjadinya keadaan atau peristiwa pada klausa inti (induk kalimat). Yang termasuk konjungsi ini adalah karena dan sebab. Konjungsi ini dapat berposisi pada awal kalimat maupun pada tengah kalimat, artinya dengan menggunakan konjungsi ini, klausa bawahan (anak kalimat) bisa berposisi sebagai klausa pertama maupun klausa kedua seperti yang terdapat pada kalimat (2) dan (2a).
 (2) Mereka terlambat karena jalan macet. 
(2a) Karena jalan macet,mereka terlambat



Hubungan semantis konjungsi subordinatif.

Referensi:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2015. Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia “Kalimat”. Jakarta : Kemendikbud 
Syarif, Hermawati dan Rosa, Rusdi Noor. 2014. Konjungsi Subordinatif dan Koordinatif Lintas Bahasa. Padang : UNP Press. 

Post a Comment

avatar
Admin Purwarupalingua Online
Welcome to Purwarupalingua theme
Chat with WhatsApp