Thursday, June 4, 2020

Aliran Praha


Aliran lingusitik praha terdiri dari sekelompok ahli bahasa dari Cekoslavakia dan ahli bahasa dari negara lain yang tergabung dalam ‘The Linguistic Circle Of Prague’ yang didirikan tanggal 6 oktober 1926, atas prakarsa Vilem Mathesius. Aliran ini menjadi lebih internasional bukan hanya karena para sarjana di luar Cekoslavakia memiliki dasar-dasar teoritis yang sama. Melainkan juga karena mereka semua mewarisi dasar-dasar filosofis mengenai bahasa yang dikembangkan oleh Karl Bucher (seorang sarjana jerman yang merasa bahwa teorinya itu hanyalah meneruskan apa yang diajarkan oleh Saussure). Jadi tidak salah bila aliran praha sering dihubungkan dengan Saussure (Kushartanti, 2005:204).

Kegiatan aliran ini mencakup berbagai bidang kebahasaan antara lain; bidang fungsi bahasa, bidang fonologi, kalimat perspektif fungsional, variasi bahasa dan sebagainya. Namun yang paling menonjol adalah bidang fonologi, sehingga aliran ini sering disebut sebagai aliran fonologi. Fonologi dikaji secara mendalam oleh aliran ini, terutama dengan tokoh-tokohnya seperti Roman Jakobson, Trubeckej dan Andre Martinet. 

Dalam kajian fungsi bahasa dipelopori oleh Karl Buhler dengan menyajikan 4 aksioma, yaitu a) bahasa yang berkodrat tanda, b) perbedaan antara sprechhandlung ‘prilaku bahasa’ dan sprachgebilde ‘citra bahasa’, c) struktur bahasa dan d) organonmodell der sprache ‘bahasa sebagai alat’. Aksioma pertama menekankan bahwa setiap teori linguistik harus mendasarkan diri pada kodrat bahasa sebagai sistem semiotic. Aksioma kedua menunjukkan betapa pentingnya teori tentang tindak ujaran. Aksioma ketiga menunjukkan adanya struktur bahasa, yang terdiri atasa tiga tingkat struktur, yaitu fonem, satuan-satuan makna leksikal dan sintaksis. Aksioma keempat inilah yang menekankan kodrat sosial dan fungsional bahasa. Dari segi fungsional Buhler mengemukakan adannya tiga fungsi utama bahasa, yakni fungsi representative (melalui symbol), fungsi apolatif (melalui isyarat), dan fungsi ekspresif (melalui simtom). Fungsi ini kemudian dikembangkan lagi oleh Roman Jakobson menjadi enam macam yaitu fungsi emotif, fungsi konatif, fungsi referensial, fungsi poetic, fungsi phatik dan fungsi metalingual (Kridalaksana,-:40). 

Mengenai kalimat fungsional dikaji oleh Vilem Mathesius. Sarjana inilah yang menjelaskan hubungan diantara urutan kata. Menurut tokoh ini ciri utama kalimat ialah reaksi pembicara terhadap realitas sehingga dari sudut pernyataan tampak bahwa sebagaian besar kalimat mengandung dua isi yang mendasar yaitu penyataan dan unsur tentang pernyataan itu. Unsur yang mengungkapkan sesuatu tentang realitas itu merupakan dasar dari ujaran atau disebut tema. Apa yang dinyatakan tentang dasar itu merupakan inti dari ujaran atau disebut rema. Pola kalimat yang terdiri tema dan rema ini disebut perspektif kalimat fungsional karena pola ini ditentukan oleh pendekatan fungsional pembicara (Kridalaksana,-:57).

Akhirnya oleh Josef Vochek salah seorang tokoh dari aliran praha, aliran ini menggambarkan aliran ini sebagai strukturalisme fungsional. Bagi aliran ini sikap strukturalistis diungkapkan dengan defenisi bahasa sebagai sistem yang komponen-komponennya dengan pelbagai cara berkaitan satu sama lain dan pada waktu yang sama saling mempersyaratkan. Adapun sikap fungsionalis diungkapkan dalam empat pendekatan berikut; a) keharusan menganalisis bahasa mulai dari fungsi ke bentuk, b) keharusan menggunakan sudut pandang pembicara, c) kebutuhan untuk membuat deskripsi yang sistematis dan menyeluruh tentang hubungan antara fungsi dan bentuk dan d) keharusan untuk memberikan perhatian cukup pada penerapan linguistik bagi masalah-masalah praktis (Kridalaksana,-:60).

Referensi: 
Kushartanti, dkk.2005. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Kridalaksana, Harimurti.-.Sumbangan Aliran Praha dalam Teori Linguistik (dalam Pellba II, halaman 37-67.-

Post a Comment

avatar
Admin Purwarupalingua Online
Welcome to Purwarupalingua theme
Chat with WhatsApp