Friday, June 5, 2020

Aliran Kopenhagen dan Aliran London


A. Aliran Kopenhagen
Ahli-ahli bahasa skandinavia seperti J.N Advig, A. Nersen, H.G. Wiwel, O. Jepersen dan tokoh pendahulunya Rasmus Rask telah menyumbangkan kajiannya dalam bidang linguistik umum. Hasil kajiannya menunjukkan adanya tradisi tertentu; dalam arti ada kekhasan bila dilihat dari segi teori kebahasaan. Tradisi tertentu dalam mengembangkan teori kebahasaan itu membuahkan aliran yang disebut The Copenhagen School atau aliran kopenhagen. Dua orang tokoh utama dalam aliran ini adalah Brondal dan Hjelmslev. Keduanya mengembangkan teori linguistic yang formal dan abstrak karena melibatkan filsafat, khususnya filsafat logika, dalam kajian kebahasaan yang dilakukannya. Keduanya sama-sama mendapat pengaruh dari Saussure. 

Pengaruh Saussure terhadap aliran ini terutama pada kajian yang dilakukan Brondal tamapak dalam sikapanya mengikuti pendekatan kebahasaaan secara singkronis. Sedangkan pengaruhnya terhadap Hjelmslev tampak pada pemilihan antara expression form dan content form yang keduanya menjadi bagian dari sign function. Selain itu juga tampak pada pemakaian relasi sintagmatis dan paradigmatis. Hjelmslev bersama Uldall akhirnya mengembangkan teori linguistik yang disebut dengan teori glosematik. Sebutan ini lahir setelah Hjelmslev mempublikasikan bukunya yang berjudul Principles de Grammaire Generale. 

Menurut Hjelmslev bahasa sebagai objek kajian harus didudukkan sebagai struktur yang memiliki totalitas dan otonomitasnya sendiri. Artinya meskipun bahasa merupakan gejala ujaran yang berkedudukan sebagai wahana berfikir, merasa, menyusun dan menyampaikan wawasan, serta berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakatnya. Bahasa sebagai objek linguistic bukan merupakan bagian dari unsur non linguistik. Sehubungan dengan pandangannya ini ia dengan tegas membedakan antara fungsi eksternal bahasa yang berkaitan dengan unsur-unsur non linguistic dan struktur internal bahasa yang diistilahkan sebagai a system of figure. 

Menurut Hjelmslev teori bukanlah merupakan penjelasan secara sistematis tentang suatu fakta. Melainkan merupakan perangkat sistem hipotik. Oleh sebab itu teori harus dibebaskan dari berbagai pemalsuan sempiri. Meskipun tidak berarti bahwa pengembangan teori dapat dilepaskan dari korpus data kajian. Anggapan demikian muncul karena adanya wawasan bahwa teori harus berdasarkan pada sistem deduksi murni. Bertolak dari deduksi ini dibuahkan premis-premis yang bersifat hipotetik. Hasil kerja deduksi ini kemudian menjadi dasar dalam pengembangan prosedur kerja secara induktif. Sebagai dasar prosedur induktif, sistem deduksi murni selain mengarahkan penyikapan terhadap gejala juga menentukan dalam pengembangan teknik analisis. Prosedur induktik dalam hal ini ditandai oleh adanya formasi konsep yang bergerak dari unsure terkecil misalnya dari bunyi menujuke fonem dan seterusnya

B. Aliran London
Kajian linguistik Inggris atau aliran London tidak dapat dipisahkan dari nama Branislaw Malinowski dan J.R Firth. Malinowski membangun suatu teori makna dalam bahasa karena kesulitannya menerjemahkan kata demi kata bahasa yang dipakai oleh penduduk kepulauan Trobianda di sebelah timur Papua Nugini. Pandangan dasarnya tentang makna dalam bahasa disebut ‘konteks situasi’. Dalam pandangannya makna tuturan itu seperti yang terdapat dalam konteks situasinya. Pandangan dasar yang lain adalah menyangkut hakikat bahasa dan pemeriannya yang secara langsung dikaitkan dengan makna dalam bahasa. Dalam hal ini ia berasumsi bahwa kalimat adalah tata bahasa yang pokok dan kata hanya merupakan abstraksi sekunder. Yang dimaksud kalimat di sini diartikan sebagai suatu tuturan yang diikuti oleh kesenyapan atau oleh jeda yang dapat di dengar. 

Firth merupakan sarjana yang paling terkenal dalam aliran ini. Menurut Firth objek yang dikaji dalam linguistik adalah pemakaian bahasa secara aktual. Sebab pemakaian bahasa adalah salah satu bentuk kehidupan dan tuturan menyatu dalam hubungan antar anggota masyarakat. Tujuan utama analisis kontekstual ini ialah untuk memerikan makna. Untuk sampai ketujuan tersebut Firth menggunakan jalur sistem dan struktur. Sistem dan struktur dipelajari dalam berbagai tataran analisis dalam konteks situasi untuk menyatakan makna. Konteks situasi adalah konstruk sistematik yang diterapakan untuk peristiwa sosial yang berulang yang terdiri atas berbagai tataran analisis seperti; tataran fonetik, fonemik, kosakata atau leksikal, tata bahasa, dan situasi. Tataran ini merupakan konstruksi teoritis yang sama-sama memiliki kerangka kerja untuk mengungkap aspek makna. 

Tataran pertama adalah fonologi yang mencakup fonetik dan fonemik. Dalam pandangan Firth tugas seorang ahli fonologi ialah menunjukkan satuan fonemik dan satuan prosodic dalam kaitannya dengan makna, sedangkan tugas ahli fonetik adalah menghubungkan satuan itu dengan proses dan ciri ujaran. Pada tataran ini bunyi mempunyai fungsi berdasarkan; a) tempat terjadinya dan b) kontras yang ditunjukkan dengan bunyi dapat terjadi pada tempat yang sama. Tataran kedua adalah tataran leksikal. Dalam tataran ini makna dapat dipertimbangkan. Makna kata dapat ditunjukkan tidak hanya dalam pengertian referensial tetapi juga dapat dipertimbangkan dalam kolokasi. Tataran ketiga adalah tataran tata bahasa yang mencakup morfologi dan sintaksis. Dalam subtataran morfologi suatu kata dapat dilihat paradigmanya dan tataran sintaksis yaitu hubungan sintagmatis antara kategori gramatika. Selanjutnya tataran situasi merupakan tataran yang sangat dekat dengan makna. Tataran ini menyangkut butir-butir seperti; partisipan, objek tuturan dan efek tindak verbal (Kushartanti, 2005:209).

Demikianlah sumbangan firth yang paling khas dalam bidang linguistik yaitu model analisis kontekstual. Dalam analisis ini ia menganggap bahwa tataran fonologi merupakan tataran makna. Dalam analisis fonologi ia menggunakan dua macam pendekatan yaitu polisistemis dan cirri prosodi. Cirri polisistemis menandai posisi distribusi sebuah fonem dalam suatu struktur dan ciri prosodi menandai kemampuan berdistribusi pada tataran suku kata, kata, frase, kalimat dan sebagainya.

Referensi:
Chaer, Abdul.2007. Pengantar Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kushartanti, dkk.2005. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Post a Comment

avatar
Admin Purwarupalingua Online
Welcome to Purwarupalingua theme
Chat with WhatsApp