Thursday, June 4, 2020

Aliran Geneva (Swiss)


Meskipun sudah ada pernyataan Johannes Schmidt yang meragukan kesahihan studi komparatif historis sejak tahun 1817, namun baru pada dasawarsa kedua abad XX muncul karya yang dengan tegas mengatakan kekeliruan studi bahasa dalam abad XIX. Karya itu adalah catatan-catatan kuliah Ferdinand Saussure yang mengajar di Universitas Swiss yang dikumpulkan oleh beberapa mantan mahasiswanya yaitu Ch. Bally, A. Saehehaye dan A. Reidlenger. Kemudian diterbitkan pada tahun 1916 dengan judul Course de Linguistique Generale (yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pengantar linguistik umum). Buku inilah yang kemudian menjadikan Sauusure sebagai peletak dasar linguistic modern, sehingga beliau dikenal sebagai bapak linguistik modern (Kushartanti, 2005:198). 

Di dalam bukunya ia berusaha menguraikan masalah hakikat bahasa dan aspek-aspek lainnya yang bisa diklasifikasikan menjadi lima hal yaitu: 1) perbedaan antara langue, parole, langage, 2) perbedaan studi diakronis dan sikronis, 3) hakikat apa yang disebut tanda bahasa, 4) perbedaan hubungan asosiatif dan sintagmatis dalam bahasa dan 5) perbedaan antara valensi, isi dan pengertian. 

Sejalan dengan konsep fakta sosial Saussure menjelaskan perbedaan antara langue, parole dan langage. Parole adalah manifestasi individu bahasa; ujaran yang bersifat individual. Gabungan parole dengan kaidah bahasa disebut langage. Sedangkan langue merupakan perwujudan bahasa sebagai sistem sosial. struktur kolektif yang memperlihatkan bahasa sebagai milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu yang berisikan aturan yang mengikat masyarakat bahasa (Sampson, 1984:42).Sejalan dengan konsep fakta sosial Saussure menjelaskan perbedaan antara langue, parole dan langage. Parole adalah manifestasi individu bahasa; ujaran yang bersifat individual. Gabungan parole dengan kaidah bahasa disebut langage. Sedangkan langue merupakan perwujudan bahasa sebagai sistem sosial. struktur kolektif yang memperlihatkan bahasa sebagai milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu yang berisikan aturan yang mengikat masyarakat bahasa (Sampson, 1984:42).

Menurut Saussure bahasa dapat dipelajari dari waktu ke waktu atau pada waktu tertentu. Diakronis merupakan telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman bahasa itu digunakan oleh para penuturnya. Sinkronis merupakan telaah bahasa yang mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu tertentu saja. Disinilah pentingnya pandangan Saussure bahwa di samping secara diakronis, bahasa dapat juga dipelajari secara sinkronis. Dengan pandangan itu sekarang kita dapat memberikan pemerian tentang suatu bahasa tertentu tanpa melihat sejarah bahasa tersebut (Saussure, 1973:10).

Tanda bahasa menyatukan atau menghubungkan suatu konsep dengan citra bunyi. Citra bunyi disini adalah kesan psikologis bunyi yang timbul dalam fikiran. Citra bunyi inilah yang disebut signifiant‘yang menandai; penanda’. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam fikiran atau disebut juga ‘yang ditandai; petanda. Konsep signifie mempunyai sifat arbitrer dan konsep signifiant mempunyai sifat linier. Oleh karena itu semua tanda bahasa mempunyai kedua sifat tersebut (Saussure, 1973:13). 

Sifat linier tanda bahasa itu menurut Saussure akan memberikan akibat yang tak terkirakan bagi linguistik, yaitu dengan adanya relasi sintagmatis dan relasi asosiatif (atas saran pengikutnya Louis Hjelmslev kemudian diganti dengan istilah relasi paradigmatik. Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan (hubungan in prasentia). Unsur-unsur itu tersusun secara berurutan sehingga bersifat linear. Hubungan sintagmatik ini terdapat, baik dalam tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis.Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat  dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik dapat dilihat dengan cara substitusi, baik pada tataran fonologi, morfologi, maupun tataran sintaksis (Saussure, 1973:16).

Melalui kedua relasi itulah tanda bahasa dapat diuraikan dan hasilnya tentang pemerian valensi. Konsep ini merupakan inti dari pandangan Saussure yang paling dasar tentang organisasi bahasa. Konsep valensi ini mencakup konsep satuan, wujud yang konkret dan realitas. Jadi gagasan tentang valensi tidak akan menganggap unsure bahasa hanya sebagai gabungan bunyi dan konsep. Tetapi lebih dari itu mencakup juga bekerjanya gabungan itu dengan unsure-unsur luar bahasa melalui sejenis konvensi sosial. Dengan demikian perbedaan antara valensi, isi dan pengertian dapat dijelaskan sebagai berikut. Pengertian adalah asosiasi suatu bunyi dengan suatu konsep. Sedangkan valensi dari suatu bahasa ditentukkan dengan menyelidiki unsure lain dalam sistem bahasa karena unsure-unsur itu beroposisi, baik secara paradigmatis maupun secara sintagmatis. Adapun isi dari suatu sistem mencakup pengertian dan valensi (Saussure, 1973:17).

Dari keseluruhan yang diungkapkan Saussure dapat disimpulkan bahwa langue merupakan khasanah tanda bahasa. Tanda bahasa adalah kesatuan yang timbul dari asosiasi citra bunyi dengan konsep. Tanda bahasa hanya dapat dikenali dan dipastikan secara penuh bila tempatnya dalam sistem ditentukan. Hal ini dapat dilakukan secara cermat karena bahasa bersifat linier sehingga memungkinkan kita untuk menjelaskan relasi sintagmatis dan paradigmatis setiap tanda bahasa. 

Referensi:
Kushartanti, dkk.2005. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sampson, Geoffrey. 1984. Aliran-aliran Linguistik.(di Indonesiakan oleh Abd. Syukur Ibrahim)Surabaya: Usaha Nasional
Saussure, Ferdinand. 1973. Pengantar Linguistik Umum. (di Indonesiakan oleh Rahayu S.Hidayat) Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Post a Comment

avatar
Admin Purwarupalingua Online
Welcome to Purwarupalingua theme
Chat with WhatsApp