Saturday, May 30, 2020

Hubungan Filsafat dengan Metafora dan Ironi


Kata filsafat berasal dari kata yunani filosofia yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarrti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata yunani philosopis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai  atau philia yang berarti cinta dan sophia yang berarti kearifan. Dari kata tesebut lahirlah kata inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan cinta kearifan (Achmadi, 1994:1). Tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep dan oleh karena konsep-konsep tersebut terungkap melalui bahasa maka analisis tersebut tentunya berkaitan dengan makna bahasa yang digunakan dalam mengungkapkan konsep- konsep tersebut. Jadi  filsafat dapat dijelaskan melalui analisis bahasa karena bahasa merupakan sarana yang vital dalam filsafat. Filsafat merupakan aktivitas manusia yang berpangkal pada akal pikiran manusia untuk menemukan kearifan dalam hidupnya, terutama dalam mencari dan menemukan hakikatat realitas dari segala sesuatu, dan memiliki hubungan yang sangat erat dengan bahasa.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupan manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya dalam  menyampaikan ide, gagasan dan buah fikirannya. Setiap bahasa merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menyampaikan makna tentang apa yang kita fikirkan dan rasakan dengan membawa pesan-pesan tertentu. Pesan yang ingin disampaikan tersebut dapat disampaikan melalui sebuah gaya bahasa. 

Menurut penjelasan Kridalaksana (1982) gaya bahasa mempunyai tiga pengertian, yaitu: 1. pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; 2. pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; 3. keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa sebagai suatu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis dalam konteks tertentu dan untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu gaya bahasa sangat penting dalam peristiwa penyampaian gagasan. Gaya bahasa pada tataran ini biasa disebut majas. 

Majas (figure of thought) merupakan teknik untuk pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi, majas merupakan gaya yang sengaja mendayagunakan penuturan dengan pemanfaatan bahasa kias. Bahasa kiasan berasal dari bahasa Latin "stylus" atau style. Menurut Atmazaki (1991) bahasa kiasan termasuk tuturan langsung dan mengubah makna. Bahasa kiasan merupakan ekspresi yang tidak dimaksudkan untuk ditafsirkan secara harfiah, tetapi secara konotasi, dan digunakan untuk menyatakan gagasan baru dari ide utama. Ini berarti bahwa bahasa kiasan adalah bahasa yang menggunakan kiasan (cara mengatakan satu hal dan berarti hal lain).

Bahasa kiasan muncul ketika seorang penutur atau penulis mencoba untuk mengungkapkan perasaan mereka dan berpikir benar atau tepat untuk mencapai efek tertentu dalam proses komunikasi (Manaf, 2010: 118). Bahasa kiasan memiliki makna tersirat berdasarkan konteks. Bahasa kiasan digunakan dalam setiap jenis komunikasi seperti dalam percakapan sehari-hari, puisi, lirik, iklan, dll. 

Filsafat pada hakikatnya adalah untuk mencari suatu kebenaran. Ada 3 jenis kebenaran, yaitu kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis dan kebenaran semantis. Kebenaran epistemologis disebut juga kebenaran yang logis. Sedangkan kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari obyek. Contohnya: mengatakan batu adalah benda padat yang keras. Ini merupakan sebuah kebenaran ontologis karena batu pada hakikatnya merupakan sebuah benda padat yang keras. Selanjutnya yaitu kebenaran semantis. Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian bahasa. Ini tergantung pada kebebasan manusia sebagai makhluk yang bebas melakukan seseuatu. Bahasa merupakan ungkapan dari kebenaran (J.B Blikololong, 44-45) . 

Metafora dan ironi merupakan bagian dari bahasa kiasan (figurative languange). Karena bahasa kiasan itu memiliki makna yang tersirat berdasarkan konteks. Sehingga untuk mengetahui makna yang ingin disampaikan oleh penutur atau penulis melalui metafora dan ironi dibutuhkan suatu logika. Logika adalah salah satu cabang filsafat yang menyelidiki kelurusan berfikir atau ketepatan berfikir. Tugas logika adalah menyiapkan sarana untuk melakukan penalaran yang sahih atau tepat. Jika penalaran itu tidak sahih atau tepat, maka akan menimbulkan suatu kesesatan. Kesesatan ini dapat terjadi karena bahasa (semantik). Kesesatan ini disebabkan oleh ambiguitas arti kata yang digunakan. Atau juga sebuah kalimat yang digunakan berpeluang untuk ditafsirkan berbeda-beda. 

Selanjutnya hubungan filsafat dengan metafora dan ironi adalah Filsafat sebagai studi tentang kearifan, pengetahuan, hakikat realitas dan prinsip, berkaitan dengan semantik. Kaitan di antara keduanya terletak pada dunia fakta yang menjadi objek perenungannya adalah dunia simbolik yang terwakili dalam bahasa. Aktivitas berpikir itu sendiri tidak berlangsung tanpa adanya bahasa sebagai medianya. Ketepatan menyusun simbol kebahasaan secara logis merupakan dasar dalam memahami struktur realitas secara benar. Karena itu, kompleksitas simbol harus serasi dengan kompleksitas realitas sehingga keduanya berhubungan secara tepat dan benar. Metafora  dan ironi dianggap sebagai alat untuk mengkonseptualisasikan ranah-ranah pengalaman yang abstrak dan tidak teraba ke dalam ranah yang  kongkret. Metafora dan ironi bukanlah perilaku bahasa saja tetapi juga persoalan proses pemiikiran. Karena  pada  prinsipnya untuk menciptakan sebuah metafora dan ironi dibutuhkan suatu penalaran untuk menerjemahkan pengalaman yang abstrak menjadi konkret. 

Bahasa merupakan suatu sistem symbol yang memiliki makna, merupakan alat komunikasi manusia, penuangan emosi manusia serta merupakan sarana penuangan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam mencari hakikat kebenaran dalam hidupnya. Bahasa merupakan gambaran  realitas, oleh karena itu untuk mengungkap struktur realitas diperlukan suatu symbol bahasa yang memenuhi syarat logis sehinga satuan-satuan dalam ungkapan bahasa itu terwujud dalam proposisi-proposisi.

Proposisi-proposisi tersebut dapat berupa metafora dan ironi. Metafora adalah perbandingan implisit antara dua hal yang berbeda tetapi serupa dalam beberapa karakteristik. Metafora menyamakan dua benda dan memiliki makna tersirat. Sedangkan ironi adalah Ironi ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang isinya bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya. Ironi merupakan sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut. 

Metafora  dan ironi dianggap sebagai alat untuk mengkonseptualisasikan ranah-ranah pengalaman yang abstrak dan tidak teraba ke dalam ranah yang  kongkret. Metafora dan ironi bukanlah perilaku bahasa saja tetapi juga persoalan proses pemiikiran. karena  pada  prinsipnya untuk menciptakan sebuah metafora dan ironi dibutuhkan suatu penalaran untuk menerjemahkan pengalaman yang abstrak menjadi konkret, dan sebaliknya untuk memahami makna dari metafora dan ironi juga dibutuhkan suatu ketepatan berfikir yang benar. Karena bila terjadi suatu penalaran berfikir yang  tidak benar akan menimbulkan suatu kesesatan dalam memahami makna dari metafora dan ironi. Oleh sebab itulah filsafat dan bahasa saling berhubungan. Filsafat sebagai proses pemikiran yang arif dan bijaksana. Sedangkan bahasa digunakan sebagai media untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran yang ingin disampaikan oleh penutur. 

Referensi: 
Achmadi, Asmoro. 1994. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Atmazaki. 1991. Analisis sajak : Teori, Metodologi dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.
J.B Blikololong. ________. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar. _________. Universitas Gunadarma
Kridalaksana, Harimurti, 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Manaf, Ngusman Abdul. 2010. Semantik Bahasa Indonesia. Padang: UNP Press.

Post a Comment

avatar
Admin Purwarupalingua Online
Welcome to Purwarupalingua theme
Chat with WhatsApp