Multikulturalisme
Menurut
Wasino (2011 : hlm 4) multikulturalisme berasal dari kata multicultural dan
isme. Kata multicultural memiliki makna multi atau banyak budaya. Sementara itu
tambahan (sufiks) isme memiliki makna ideologi, paham atau aliran. Dengan
demikian dari pemaknaan ini berarti multikulturalisme memiliki makna ideologi
atau paham tentang multi budaya. Menurut Aris Tanudirjo multikulturalisme
berbeda dengan multikultural yang diartikan “berbagai budaya”, karena
multikulturalisme sebenarnya muncul sebagai kebijakan pemerintah dalam
memperlakukan warganya. Istilah ini pertamakali dipopulerkan oleh pemerintah
Kanada pada tahun 1965 untuk menjamin kesetaraan kedudukan warganegaranya.
Disebutkan, multikulturalisme lahir dari keyakinan bahwa setiap warganegara itu
sama kedudukannya. Multikulturalisme menjamin setiap warga dapat mempertahankan
jatidirinya (identity), bangga
terhadap nenekmoyangnya (ancestry),
dan mempunyai rasa miliki-nya (sense of
belonging). Konsep ini dipandang sebagai gerakan sosial alternatif terhadap
kebijakan asimilasi. Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
multikulturalisme adalah sebuah paham yang mengakui dan mengapresiasi perbedaan
kebudayaan baik secara individu ataupun secara kolektif.
Berghe (1967) menyimpulkan bahwa masyarakat multikultural
memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
(1) Masyarakat
terbagi ke dalam segmentasi dalam bentuk kelompok-kelompok latar budaya dan
sub-budaya yang berbeda. (2) Memiliki struktur sosial, baik
bersifat vertikal maupun horisontal di bawah institusi-institusi yang bersifat
non-komplementer. (3) Antar-anggota maupun kelompok
masyarakat kurang memiliki kesadaran untuk mengembangkan konsensus tentang
nilai-nilai sosial yang fundamental.
(4) Kurangnya
kesadaran mengembangkan konsensus mengakibatkan sering terjadi konflik
antar-kelompok atau sub-budaya.
(5) Adanya
ketergantungan antar-kelompok, utamanya dalam bidang ekonomi, dan upaya
mengeliminasi konflik atau mewujudkan integrasi sosial cenderung dilakukan
dengan menggunakan paksaan.
(6) Adanya
dominasi politik suatu kelompok atas kelompok yang lain dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Konsep Multikulturalisme sudah digunakan
oleh pendiri bangsa Indonesia. Ini dapat dilihat dari semboyan negara Indonesia
yaitu Bhineka Tunggal Ika. Kemudian hal ini juga diatur dalam Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 32 ayat 1 dan 2 yang berbunyi (1) Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya. (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional. Hal ini diperkuat dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan pasal 3 yang berbunyi Pemajuan
Kebudayaan berasaskan: (a) toleransi; (b) keberagaman; (c) kelokalan; (d)
lintas wilayah; (e) partisipatif; (f) manfaat; (g). keberlanju tan; (h)
kebebasan berekspresi; (i) keterpaduan; (j). kesederajatan; dan (k) gotong royong.
Dengan dasar hukum
tersebut diatur mengenai kemajemukan masyarakat Indonesia. Seperti yang
diketahui bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis, kebudayaan
dan bahasa. Walaupun masyarakat
Indonesia adalah masyarakat majemuk masing-masing suku bangsa di Indonesia
selalu menganggap tidak terpisah dari negara Indonesia. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya chauvinisme antar suku bangsa Indonesia yang dapat merusak
persatuan dan kesatuan.
Wasino. 2011. Multikulturalisme
Dalam Perspektif Sejarah Sosial. Diakses Http://Repositori.Perpustakaan.Kemdikbud.Go.Id/1121/1/Multikulturalisme_Wasino.Pdf
Pada Tanggal 10 September 2018, Pukul 17.15
Berghe, van den, Pierre, (1967). Dialectic and
Functionalism: Toward a Synthesis, dalam N.J. Demerath III et.al.eds., System,
Change, and Conflict, The Free Press, New York, Collier-McMillan limited,
London.
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017
Post a Comment