Bahasa dan Gender
Istilah
gender mengacu pada perbedaan jenis kelamin. Perbedaan antara gender antara
laki-laki dan perempuan dibentuk oleh beberapa teori dasar yaitu (1) teori nature adalah teori yang memandang
perbedaan psikologis yang ada pada laki-laki dan perempuan yang disebabkan
perbedaan fisiologis dan biologis. Laki-laki mempunyai penis, jakun dan
memproduksi sperma sedangkan perempuan memiliki rahim, kelenjar susu dan
memproduksi indung telur. Perbedaan fisik ini juga memiliki perbedaan psikis
masing-masing. Perempuan dengan kodrat fisiknya untuk melahirkan berakibat pada
perangai psikologisnya yang dibutuhkan untuk mengasuh anak yang dilahirkan. Seperti
perangai keibuaan yang menuntut sifat halus, sabar, penyayang dan sebagainya. Laki-laki
dengan kodrat fisik dan psikologisnya yang kuat berdampak pada perangai yang
tegar dan kasar.
Selanjutnya, (2)
teori nurture atau kebudayaan, teori
ini membantah konsep teori nurture.
Teori ini menyatakan bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan lebih bersifat politis.
Dengan demikian apa yang disebut maskulinitas dan feminitas merupakan hasil
konstruksi sosiobudaya. (3) teori psikoanalisis adalah teori yang dikemukakan oleh Sigmund Freud
mengemukakan bahwa pembagian tugas yang terjadi di masyarakat merupakan konsekuensi
logis dari kodrat laki-laki dan perempuan,
(4) teori konflik merupakan teori
yang menyatakan bahwa dalam struktur masyarakat terdapat beberapa kelas yang
saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Perbedaan posisi dan peran
antara laki-laki dan perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan biologis tetapi
merupakan penindasa dari kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapkan
dalam kosntruksi masyarakat dan (5)
teori fungsionalis structural menyatakan
bahwa pembagian kerja seksual mutlak dibentuk demi menjaga keharmonisan dan
keseluruhan sistem. Hal ini bertujuan untuk menghindari persaingan antar gender
demi terciptanya ketenangan (Darma, 2009: hlm 167-170).
Faktor
gender juga memiliki pengaruh dalam berbahasa. Terdapat perbedaan-perbedaan
antara tuturan perempuan dan laki-laki. Bahren (2011: hlm 124-126) menjelaskan
bahwa penutur wanita kadangkala memiliki kecendrungan hiperkorek. Pada sisi lain wanita bersifat konservatif artinya
wanita lebih dapat menyimpan warisan bahasanya. Faktor lainnya yang
menggambarkan hubungan bahasa dan jenis kelamin adalah faktor yang bersifat
eksternal bahasa yaitu gesture. Di
Indonesia wanita cendrung lebih banyak menggunakan gesture berupa cubitan, kedipan mata, dan gerakan-gerakan tangan. Hal
lain yang menunjukkan perbedaan bahasa perempuan adalah dalam hal suara dan
intonansi. Suara-suara manja, nyaring yang berkaitan dengan tata krama dan
nilai-nilai sosial.
Trudgill
(1974) (dalam Karim, 1984 : hlm 112-136) mengatakan ada beberapa perbedaan
antara tuturan laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama,
laki-laki dan perempuan memiliki kosakata khusus yang digunakan oleh laki-laki
dan perempuan. Apabila terjadi pelanggaran penggunaan kosakata maka laki-laki
atau perempuan akan ditertawakan. Sehingga tuturan laki-laki dan perempuan
kelihatan seperti memiliki bahasa yang berbeda dengan laki-laki. Kedua faktor tabu, dalam suatu bahasa masyarakat ada
kosakata yang tidak boleh dituturkan
oleh laki-laki dan sebaliknya ada juga kosakan yang tidak boleh dituturkan oleh
wanita. Faktor ketiga, perbedaan bahasa laki-laki dan perempuan adalah hasil
dari sikap sosial yang berbeda-beda memperlakukan laki-laki dan wanita.
Referensi:
Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana
Kritis. Yrarna Widya Bandung : Bandung
Bahren. 2011. Lika Liku Linguistik. Padang : Minangkabau Press
Post a Comment