Tuesday, March 3, 2020

Bahasa dan Budaya

Bawa dan Cika (2004 : hlm 4) menyatakan bahwa kebudayaan adalah proses dan produk pikiran, perasaan, dan prilaku, atau sekaligus ketiganya (pikiran, perasaan, dan prilaku manusia) akibat dia berinteraksi dengan Tuhan, sesama manusia dengan dirinya, dan dengan lingkungan, at au sekaligus dengan ketiganya. Kebudayaan itu berperan untuk. kesejahteraan manusia lahir dan batin sehingga harkat dan martabat manusia terangkat.  Kebudayaan itu beragam karena manusia dan yang diajak berinteraksi  oleh manusia beragam. Akan tetapi, setiap kebudayaan itu se1alu memiliki  bentuk, jungsi, dan makna.
Samovar dan Peter (dalam Abdurahman, 2011 : hlm 28) mengemukakan 6 ciri-ciri kebudayaan sebagai berikut; (1) budaya bukan bawaan tetapi dipelajari, (2) budaya dapat disampaikan dari generasi ke generasi, (3) budaya berdasarkan simbol, (4) budaya bersifat dinamis suatu sistem yang terus berubah sepanjang waktu, (5) budaya bersifat selektif merepresentasikan pola-pola prilaku pengalaman manusia, (6) berbagai unsur budaya saling berkaitan dan etnosentrik.
Kridalaksana (2008 : hlm 24) menyatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Palmer (1996) (dalam Eron, 2007 : hlm 3) mempelajari bahasa adalah mendengar kegegeran budaya yang bergandengan erat dengan pengalaman mentah. Budaya adalah gema tradisi yang menyesuaikan dirinya dan menyerap serta memfusi dalam teks dan konteks. Pengetahuan budaya memiliki peranan penting untuk menafsir bentuk tuturan konvensional yang semakin banyak ditemukan dalam berbagai macam bentuk dan struktur tuturan yang kompleks.
            Edward Sapir linguis mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah “belas kasih” bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupannya bermasyarakat. Menurut sapir, telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat sebagian “didirikan” diatas tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa itu. Karena itulah, tidak ada dua buah bahasa yang sama sehingga dapat dianggap mewakili satu masyarakat yang sama. Benjamin Lee Whorf murid sapir, menolak pandangan klasik mengenai hubungan bahasa dan berpikir yang mengatakan bahwa bahasa dan berpikir merupakan dua hal yang berdiri sendiri-sendiri. Sama halnya dengan Von Humboldt dan sapir, Whorf juga menyatakan bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang sampai kadang-kadang bisa membahayakan dirinya sendiri. Sebagai contoh, whorf yang bekas anggota pemadam kebakaran menyatakan “kaleng kosong” bekas minyak bisa meledak. Kata kosong digunakan dengan pengertian tidak ada minyak di dalamnya. Tetapi dalam ilmu kimia hal ini tidaklah selalu benar. Kaleng minyak yang sudah kosong masih bisa meledak kalau terkena panas. Karena kaleng itu masih ‘dipenuhi’ oleh uap bensin (dalam Chaer, 2009:52-53).
             Pendapat lainnya yang senada dengan pemikiran Sapir dan Whorf adalah Duranti (1977) menyatakan bahwa kajian bahasa sebagai sebuah sumber budaya dan tuturan sebagai praktek budaya. Maksudya adalah bahasa dan tuturan berada dalam konteks budaya. Secara khusus terdiri atas dua variable utama; bahasa sebagai sumber budaya (tataran abstrak) dan tuturan sebagai praktek budaya (tataran konkrit).
Menurut Sibarani (2004 : hlm 167) hubungan dengan bahasa dan budaya adalah bahasa tunduk pada norma-norma budaya. Tata cara berbahasa harus sesuai dengan norma-norma budaya yang hidup dalam masyarakat tempat hidup dalam masyarakat. Apabila tata cara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budayanya maka seseorang akan dikatakan sebagai orang yang aneh, egois, acuh, sombong, tidak beradat dan berbudaya. Nababan (1986) dalam (Sibarani, 2004: hlm 167) menyatakan bahwa tata cara berbahasa bertujuan untuk mengatur (1) apa yang sebaiknya kita katakana pada waktu dan keadaan tertentu, (2) ragam bahasa apa yang sewajarnya kita pakai dalam situasi sosiolinguistik tertentu, (3) kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita dan menyela pembicaraan orang lain, (4) kapan kita harus diam atau jangan berbicara.
Referensi :
Bawa, I Wayan dan Cika , I Wayan (Ed). 2004.  Bahasa Dalam Perspektif Kebudayaan. Bali : Universitas Udayana Press
Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Poda : Medan

Post a Comment

avatar
Admin Purwarupalingua Online
Welcome to Purwarupalingua theme
Chat with WhatsApp